UNIVERITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN
BUDIDAYA PERTANIAN
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA :
BAYU GUSTI SAPUTRA
NIM :
111510501152
GOLONGAN/KELOMPOK : SELASA SIANG / 5
ANGGOTA : ILHAM
ROSID (101510501135)
RIDWAN YOGA S (101510501169)
FATCHUL A (101510501172)
ADITYA YULIAN (091510501173)
ESTI DWI YULIANI (101510501135)
FARIS AGAZALI (111510501126)
ARI WAHYUDI (111510501131)
ILHAM ROBY (111510501139)
ACARA :
PELAPISAN LILIN DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH PRODUK HORTIKULTURA
TANGGAL PRAKTIKUM : 23 OKTOBER 2012
TANGGAL PENYERAHAN : 6 DESEMBER 2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanganan produk
hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih menjadi
masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani,
pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walaupun hasil yang diperoleh
petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen
tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan
mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa umur simpan produk hortikultura
relatif tidak tahan lama.Usaha yang dilakukan untuk mencegah kerusakan pasca
panen sekaligus mempertahankan umur simpan akibat laju respirasi dan
transpirasi antara lain dengan pelapisan lilin, penggunaan suhu rendah
(pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan, pemberian bahan kimia secara
eksogen, dan edible coating.
Pelapisan lilin
(Waxing) merupakan teknik penundaan kematangan yang sudah dikenal sejak abad
XII. Lilin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari
tanaman, hewan, mineral, maupun lilin sintetis. Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk
hortikultura yang mudah busuk telah banyak dilakukan. Tujuan pelilinan pada
produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan
menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat
karena adanya proses transpirasi.Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup. Benda hidup
disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan
kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme
tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan
mengalami perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. Perubahan tersebut
disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan
dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida (respirasi).
Kehilangan air dari
produk hortikultura saat berada pohon tidak masalah karena masih dapat
digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda
dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat
digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian
juga kehilangan substrat juga tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan
perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau dikenal sebagai
kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan perubahan tersebut
justru meningkatkan kualitas produk tersebut. Kemunduran kualitas dari suatu
produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya
kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin
mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya
menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Oleh karena itu diperlukan
penanganan pasca panen, dan salah satu penanganan tersebut akan dilakukan dalam
praktikum ini yaitu pelilinan. Lilin akan menutupi sebagian stomata dan menurunkan laju
respirasi sehingga mengurangi penguapan air dalam produk hortikultura. Manfaat
yang lainnya adalah dapat meningkatkan kilap dan menutupi luka atau goresan
pada permukaan kulit buah sehingga penampakannya menjadi lebih baik.
1.2 Tujuan
- Meningkatkan pemahaman kegunaan dari pelapisan lilin pada produk hortikultura.
- Mampu melaksanakan prosedur pelapisan lilin dan penyimpanan pada suhu rendah produk hortikultura
- Mampu melakukan analisis pengaruh pelapisan lilin dan penyimpanan suhu rendah terhadap kemunduran mutu produk hortikultura
- Mampu membuat laporan tertulis secara kritis.
BAB
3. TINJAUAN PUSTAKA
Produk pascapanen
hortikultura berupa sayuran daun segar
sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral, namun
sangat mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat.
Banyak laporan menyebutkan bahwa susut pascapanen sayuran relatif sangat tinggi yaitu berkisar 40-50% khususnya
terjadi di negara-negara sedang berkembang. Salah satu penyebab terjadinya pelayuan
adalah karena adanya proses transpirasi
atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata,
hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun.
Kadar air (85-98%) dan rasio yang tinggi antara luas permukaan dengan berat
produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan
dapat terjadi dengan cepat. Selain faktor internal produk, faktor eksternal
seperti suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap
kecepatan pelayuan (Utama,2007).
Umumnya bagian
kulit buah mengandung
lapisan lilin alami yang
berfungsi sebagai pelindung.
Dalam proses pemanenan, seringkali
lapisan tersebut dapat hilang.
Usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan penambahan lilin/bahan
pelapis secara eksogen.
Lapisan lilin dapat mengurangi
susut bobot, menghambat pelunakan, membentuk halangan bagi
pertukaran udara sehingga
tercipta suatu kondisi atmosfer
terrnodifikasi dengan konsentrasi oksigen rendah
clan CO2 tinggi dan menghambat proses
pemasakan (Purwoko et all.,2000)
Formula umum untuk
lilin adalah parafin saja (Depkes, 1989), sedangkan menurut Murhananto dan
Aryantasari (2000), lilin dapat dibuat dari campuran parafin dengan asam
stearat (9:1). Lilin dengan mutu baik biasanya ditambahkan cera flava tidak
lebih dari 20% karena jika lebih akan menyebabkan lilin menjadi lunak.
Penambahan cera flava ke dalam lilin dimaksudkan untuk meningkatkan kekentalan
dari lilin, hal ini sangat dibutuhkan untuk lilin dengan bahan aktif ekstrak
dengan konsentrasi yang cukup tinggi selain itu dengan adanya cera memudahkan
pengeluaran lilin dari cetakan (Yuliani et all., 2005)
Pengolahan pangan pada
industri komersial umumnya bertujuan mem-perpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan
karakteristik produk (warna, cita rasa,
tekstur), mempermudah pena-nganan dan distribusi, memberikan lebih banyak
pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai ekonomis bahan baku,
serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna,
dan ketersediaan gizi. Kriteria atau komponen mutu yang penting pada komoditas
pangan adalah keamanan, kesehatan, flavor, tekstur, warna, umur simpan,
kemudahan, kehalalan, dan harga (Herawati, 2008).
Mentimun merupakan
tanaman sayuran buah daerah tropik dan subtropik yang banyak di konsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Salah satu jenis mentimun
ialah mentimun Jepang (Cucumis sativus L.), yang sudah dikenal petan i sayuran di
Indonesia, karena nilai ekonominya yang tinggi. Beberapa kelebihan mentimun ini bila dibanding
dengan mentimun lokal adalah warna lebih hijau, tekstur lebih renyah dengan kadar air yang lebih sedikit,
rasa lebih manis dan pemanenannya pada u mur yang relatif singkat (Anonim, 1998) Walaupun pemanenannya
relatif singkat namun perlu diperhatikan saat panen yang tepat agar diperoleh
kualitas yang bagus (Darsana et all.,2003)
Sayuran merupakan
komoditas yang mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik,
mekanis maupun mikrobiologis. Padahal sebagian besar dari produk tersebut lebih
disukai untuk dikonsumsi dalam keadaan segar dalam waktu
yang lebih lama setelah panen
(Pantastico, 1989). Oleh karena itu perlu penanganan pasca panen yang memadai
untuk mempertahankan kesegaran, mencegah susut dan kerusakan (Setyawati dan
Asiani, 1992).
Pengolahan
produk pangan, selain dapat memperpanjang umur simpan juga mempengaruhi
komponen yang terkandung dalam produk pangan tersebut. Beberapa proses
penanganan produk pangan yang dapat mempertahankan mutu adalah perlakuan panas
tinggi, pembekuan, pelilinan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan, sehingga
mutu bahan pangan dapat dipertahankan (Arpah,2001).
BAB
3. METODELOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan praktikum Teknologi Panen Dan Pasca Panen acara
Pelapisan lilin dan Penyimpanan Pada Suhu Rendah Produk Hortikultura dilakukan
pada tanggal 23 Oktober 2012 yang dilaksanakan di Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.
Baskom
2.
Nampan
3.
Rak
4.
Ruang pendinginan
5.
Kamera
3.2.2 Bahan
1.
Pisang
2.
Tomat
3.
Lilin BrogdexTM
4.
Klorin
3.3 Cara Kerja
1. Menentukan satu konsentrasi emulasi lilin dengan
cara mencampur emulsi lilin yang sudah jadi (stock emulsion) dengan air dan
mengukur total padatan larutannya. Menyediakan kontrol yaitu buah yang tidak
dicelupkan ke dalam emulsi lilin tersebut.
2. Mengeringkan lapisan lilin dengan menganginkan
buah tersebut di atas nampan. Mengeringkan lilin tersebut dapat dibantu dengan
embusan kipas angin.
3. Menyimpan buah pada ruang suhu dingin (ruang
pendingin atau kulkas dengan suhu ± 10˚C) dan suhu kamar.
4. Mengulang dua kali perlakuan diatas dan
masing-masing unit percobaan terdapat lima buah.
5. Mempersiapkan unit-unit percobaan yang akan diukur
karakteristik mutu secara destruktif.
6. Melakukan pengamatan karakteristik mutu secara
periodik (2 hari sekali) sampai 10 hari penyimpanan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan
hasil praktikum maka dapat diperoleh data berupa tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel data pengamatan pelapisan
lilin dan penyimpanan produk hortikultura pada suhu rendah
Parameter
|
Buah
|
Pengepakan
|
UL
|
Waktu (hari)
|
||
II
|
VI
|
IX
|
||||
Kekerasan
|
Pisang
|
Tanpa lilin
|
1
|
4
|
2
|
1
|
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Pelilinan
|
1
|
4
|
2
|
1
|
||
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Tomat
|
Tanpa lilin
|
1
|
3
|
2
|
2
|
|
2
|
4
|
4
|
4
|
|||
Pelilinan
|
1
|
3
|
3
|
3
|
||
2
|
4
|
4
|
4
|
|||
Timun
|
Tanpa lilin
|
1
|
4
|
4
|
4
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
4
|
4
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Warna
|
Pisang
|
Tanpa lilin
|
1
|
4
|
2
|
1
|
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
3
|
2
|
||
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Tomat
|
Tanpa lilin
|
1
|
4
|
4
|
3
|
|
2
|
4
|
4
|
3
|
|||
Pelilinan
|
1
|
4
|
4
|
3
|
||
2
|
4
|
4
|
4
|
|||
Timun
|
Tanpa lilin
|
1
|
5
|
5
|
4
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
5
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pembusukan
|
Pisang
|
Tanpa lilin
|
1
|
5
|
5
|
3
|
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
3
|
||
2
|
5
|
-
|
-
|
|||
Tomat
|
Tanpa lilin
|
1
|
5
|
5
|
5
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
5
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Timun
|
Tanpa lilin
|
1
|
5
|
5
|
5
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
5
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
Tabel 2. Tabel data pengamatan pH dan gula pada produk hortikultura
No
|
Buah
|
pH
|
Gula
|
||
Awal
|
Akhir
|
Awal
|
Akhir
|
||
1
|
Pisang (P)
|
6.3
|
5.
8
|
10.5%
|
12%
|
2
|
Pisang (TP)
|
6.4
|
5.
9
|
12.5%
|
15%
|
3
|
Tomat (P)
|
6.2
|
5.
9
|
3.7%
|
4.1%
|
4
|
Tomat (TP)
|
6.1
|
5.
8
|
4.0%
|
6.5%
|
5
|
Timun (P)
|
6.2
|
6
|
2.1%
|
2.1%
|
6
|
Timun (TP)
|
6.4
|
6
|
2.1%
|
2.2%
|
4.2
Pembahasan
Tindakan
yang dilakukan untuk mencegah kerusakan pasca panen sekaligus mempertahankan
umur simpan akibat laju respirasi dan transpirasi antara lain adalah pelapisan
lilin. Tindakan tersebut langsung dipraktekkan dalam praktikum Teknologi Panen
dan Pasca Panen dalam acara Pelapisan Lilin dan Penyimpanan Pada Suhu Rendah
Produk Hortikultura. Produk hortikultura yang diberi perlakuan adalah pisang,
tomat dan timun. Berdasarkan hasil pengamatan perlakuan pelapisan lilin ,
ternyata terbukti dapat mempertahankan kekerasan dari produk, perubahan warna,
dan mencegah pembusukan yang terlalu cepat jika dibandingkan dengan perlakuan
yang tidak menggunakan pelapisan lilin.
Hasil
praktikum ini sesuai dengan pernyataan Setyawati
dan Asiani (2000) yang menyebutkan bahwa kerusakan secara
visual pada buah yang tidak dilapisi lilin akan lebih cepat jika dibandingkan
dengan buah yang dilapisi lilin.
Kekerasan buah dalam praktikum kali ini, seperti tomat, timun, dan pisang, rata-rata mempunyai ketahanan dalam masa
simpan apabila dilapisi lilin daripada yang tidak dilapisi lilin. Pelapisan
lilin terbukti dapat mengurangi aktivitas respirasi dan transpirasi yang terus
berlangsung dalam buah, yang menyebabkan kehilangan air cukup banyak, sehingga
ukuran sel dan tekanan isi sel terhadap dinding sel berkurang sehingga tekstur
buah menjadi lunak. Sedangkan pada perubahan warna dengan perlakuan pelapisan
lilin akan lebih terhambat dari pada perlakuan dengan tidak dilapisi lilin.
Menurut Setyawati dan Asiani (2000),
warna buah dipengaruhi oleh senyawa polifenol yang mayoritas berupa tanin.
Kadar tanin ini mengalami penurunan secara nyata seiring dengan penuaan buah.
Dengan adanya pelilinan pada buah, maka buah dalam praktikum kali ini seperti
tomat, timun, dan pisang perubahan warnanya tidak terlalu cepat dibandingkan
dengan perlakuan dengan tidak melapisi dengan lilin.
Berdasarkan
penampakan luar buah yang dilapisi lilin, ternyata tidak mengalami perubahan
kekerasan dan perubahan warna yang terlalu cepat, begitu juga dengan
pembusukan. Buah tersebut tidak mengalami pembusukan, baik pada perlakuan
pelapisan lilin maupun yang tidak dilapisi lilin. Menurut Setyawati dan Asiani (2000),
pelapisan lilin pada buah salak umur optimal mampu menghambat respirasi
sehingga memperkecil kehilangan asam-asam organik. Namun, pada praktikum kali
ini dengan adanya pelapisan lilin ini kadar asam pada buah hampir sama dengan
yang tidak dilapisi lilin, berbeda dengan pelapisan lilin pada timun mengalami
penurunan kadar asam yang tidak terlalu cepat dibandingkan dengan yang tidak
dilapisi lilin. Hal ini diduga karena pelapisan lilin yang dilakukan tidak
terlalu optimal. Selain itu, menurut hasil penelitian Setyawati dan Asiani
(2000), kadar gula pada buah salak umur petik 7 bulan dengan pelapisan lilin
mengalami kenaikan reduksi kadar gula lebih lama dibandingkan dengan tanpa
pelapisan lilin. Sejalan dengan hal tersebut, pada pelapisan lilin kadar gula
tidak cepat meningkat dibandingkan dengan yang tidak dilapisi lilin.
Carboxy
Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang mudah larut dalam air.
Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gula sederhana oleh enzim
selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh bakteri. Penggunaan
CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental, pengembang, pengemulsi dan
pembentuk gel. Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki
kenampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel
yang dibentuk oleh CMC.
CMC adalah ester
polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan mereaksikan Natrium
Monoklorasetat dengan selulosa basa Natrium karboxy methyl selulosa
merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan
adalah garam Na karboxyl methyl selulosa murni kemudian ditambahkan Na
kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan
untuk mencegah terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan makanan. Adapun
reaksi pembuatan CMC adalah sebagai berikut:
ROH + NaOH R-Ona + HOH
R-ONa + Cl CH2COONa RCH2COONa + NaCl
Teknik pengemasan dalam produk hortikultura seperti
buah dan sayur dapat pada umumny menggunakan plastik dan dikemas dalam keadaan
tertutup. Namun, pengemasan tersebut sering mengalami, misalnya seperti pada
praktikum ini dimana pengemasan pada produk sayuran yang mengalami pembusukan.
Hal ini karena keadaan plastik dalam kondisi aerob atau dalam plastik masih
terdapat gembungan yang berarti masih terdapat udara yang memudahkan produk
untuk berespirasi sehingga sayuran mudah mengalami pembusukan. Pembusukan buah
tergantung kondisi pengemasan disekitar sayur yakni adakah aktifitas respirasi,
temperatur penyimpanan dan karakteristik permeabilitas dari bahan pengemas,
kondisi atmosfer sekeliling produk akan mengalami suatu titik equilibrium. Kondisi ini akan efektif dalam menghambat mekanisme
pembusukan, sekaligus mempengaruhi proses respirasi itu sendiri. Pengemasan atmosfir termodfikasi yang aktif,
yakni dengan mengatur komposisi gas dalam kemasan dengan konsentrasi tertentu
juga umum dilakukan dalam pengemasan olahan minimalis.
Menurut Setyawati dan Asiani (2000)
Perlakuan pengemasan dilakukan untuk mengurangi adanya pertukaran gas sebagai
bahan baku respirasi yang terjadi ketika sayuran dipetik dari pohonnya. Pada
saat sayuran yang telah dipetik dari pohonnya maka sayuran tersebut akan
mengalami perombakan senyawa-senyawa yang ada didalam buah sehingga pembusukan
akan terjadi secara cepat ketika gas-gas yang ada mendukung untuk perombakan
senyawa-senyawa yang ada. Pada saat sayuran berada didalam kemasan maka sayuran
tersebut akan mengeluarkan CO2 dan air tetapi ketika dalam kemasan
konsentrasi CO2 terlalu tinggi maka sayuran tersebut akan mengalami
perombakan secara anaerob karena kadar CO2 terlalu tinggi dan
senyawa yang dihasilkan adalah senyawa alkohol. Keadaan didalam kemasan dapat
dipastikan tidak adanya pertukaran udara yang terjadi sehingga menyebabkan
sayuran mudah mengalami pembusukan.
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
serangkaian praktikum dan pengamatan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan,
yaitu :
- Pelapisan lilin dapat menghambat terjadinya pemasakan buah karena penutupan pori-pori pada permukaan buah.
- Pelapisan lilin berpengaruh nyata terhadap kondisi penyimpanan buah mentimun. Hal ini dapat dilihat dari data berupa pengamatan kekerasan buah, perubahan warna buah, pembusukan, kadar pH, kadar gula yang menunjukkan bahwa pelapisan lilin dapat menghambat proses metabolisme.
- Pengemasan pada produk sayuran yang tidak benar akan mengalami pembusukan karena pada area kemasan masih terdapat udara yang menyebabkan produk sayuran tersebut tetap melakukan respirasi sehingga cepat mengalami pembusukan.
5.2
Saran
Saran
yang diberikan untuk praktikan kedepannya,
praktikan diharapkan lebih cermat dan dalam mengemas produk sayuran
hendaknya kondisinya dihindari terjadi penggembungan. Serta meningkatkan
koordinasi dan komunikasi antara praktikan dan asisten agar semua informasi
mengenai praktikum tersampaikan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arpah.
2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan.
Bogor : Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.
Darsana, Linayati DKK. 2003. Pengaruh Saat Panen dan
Suhu Penyimpanan Terhadap Umur Simpan
dan Kualitas Mentimun Jepang (Cucumis sativus L.). Agrosains.5(1)1-12.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada
Produk Pangan. Litbang Pertanian. 27(4): 124-130.
Purwokol, B dan Suryana, K. 2000. Efek Suhu
Simpan dan Pelapis
terhadap Perubahan Kualitas Buah
Pisang Cavendish. Agron. 28(3):77-84.
Utama, I Made DKK. 2007. Pengaruh Suhu Air dan Lama
Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun pada Proses Crisping. Agritrop, 26 (3) : 117 – 123.
Setyawati dan Asiani. 2000. Tindakan
Pasca Panen Sayur dan Buah. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Yuliani, S DKK. 2005. Efektivitas Lilin Penolak
Lalat (Repelen) Dengan Bahan Aktif Limbah Penyulingan Minyak Nilam. Pascapanen 2(1):1-10.
1 Response to "PELAPISAN LILIN DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH PRODUK HORTIKULTURA"
Bisa bertahan brp bulan masa berlakunya/efektifnya pestisida nabati selesai fermentasi
Posting Komentar