UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS
PERTANIAN
JURUSAN
BUDIDAYA PERTANIAN
LABORATORIUM PRODUKSI TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA : BAYU GUSTI SAPUTRA
NIM : 111510501152
GOLONGAN/KELOMPOK : SENIN/3
ANGGOTA : 1. SITI NURHIDAYATI (111510501023)
2. BUDI REZQY N (111510501128)
3. FAISHAL IRFANDI (111510501147)
4. DWI HARTATIK (111510501150) 5. ANGGI RAHAYU W (111510501153)
6. YULI ARISTA (111510501154)
JUDUL ACARA
: KULTUR JARINGAN
TANGGAL PRAKTIKUM : 2 APRIL 2012
TANGGAL PENYERAHAN : 16 APRIL 2012
ASISTEN : 1. DEDY
EKO S
2. FRENGKY HERMAWAN
3. MEIDA WULANDARI
4. NOVITA FRIDA SAFATA
5.
HAIKAL WAHONO
6.
IFTITAH FIKA F
7. AHMAD
NUR H G A
8. AKHMAD
TAUFIQUL H
9.
DIYAH AYU S
10. FIKA
AYU S
11. HERLINA
PUTRI
12. RAAF LUQMAN SYAH
13. KIKI ULFANIAH
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan maupun
organ , serta menumbuhkannya dalam keadaan aseptik, sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Konsep awal dari kultur
jarngan adalah diketahuinya kemempuan totipotensi dari sel tumbuhan.
Totipotensi sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi
genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi
menjadi tanaman lengkap.
Lingkungan aseptic sebagai salah satu syarat utama
suksesnya kegiatan kultur jaringan perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh.
Untuk itu perlu adanya usaha sterilisasi peralatan yang akan digunakan dalam
proses kultur. Sterilisasi
adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat
yang steril, yaitu di laminar flow
dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap
peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga
harus steril. Sterilisasi pada
teknik kultur jarngan meliputi: Sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi alat
dan media dan sterilisasi bahan tanam. Tidak hanya terbatas pada peralatan, namun
ruangan yang akan digunakan pun harus dalam kondisi aseptic. Tujuan utama dari
sterilisasi ruangan maupun peralatan kultur pada dasarnya untuk menghindari
kontaminasi oleh mikro organisme yang ada di peralatan maupun di udara bebas
sekitar ruangan. Perlakuan tersebut mutlak dilakukan terutapa pada ruang
penabur atau tempat yang digunakan untuk penanaman eksplan.
Media yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. Autoklaf adalah alat yang digunakan untuk
sterilisasi media mikrobiologi, peralatan gelas laboratorium, dan dekontaminasi
untuk membunuh bakteri dengan menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi 1210
C selama kurang lebih 15 menit.
Selain itu media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Pelaksanaan
teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan
yang dibiakkan. Unsur yang berperan penting dan esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah
tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung
kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan
jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Media kultur tersebut terdiri dari unsur hara makro, mikro, sumber karbon
(gula), vitamin dan asam amino serta zat pengatur tumbuh. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, agar,
arang aktif, bahan organik .Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung
reaksi atau botol-botol kaca Senyawa
tersebut mempunyai arti penting untuk kelangsungan pertumbuhan tanaman yang
dibudidayakan secara invintro (kultur jaringan). Ada dua penggolongan
media tumbuh yaitu media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan
gel, seperti agar dan nutrisi dicampurkan pada agar. Sedangkan media cair adalah media dengan nutrisi yang
dilarutkan di air. Media cair
digunakan untuk tujuan tertentu seperti pembentukan Protocorm Like Body (PLB)
pada anggrek dan jahe. Faktor lain yang perlu diperhatikan pada media cair atau
padat adalah Derajat Keasaman atau pH dari media kultur. Sel tanaman membutuhkan
pH antar 5,5 sampai 5,8 oleh karena itu media harus diatur pHnya agar sesuai
dengan pertumbuhan sel tanaman.
Media kultur in vitro
juga memerlukan pertimbangan tertentu dalam campuran mineral, gula, vitamin dan hormon
tumbuh. Sebagai contoh untuk induksi pertumbuhan sel kalus media Murashige dan
Skoog (MS) dapat ditambahkan hormones auksin 2,4 D untuk induksi tunas dapat
ditambahkan hormone IAA, sedangkan untuk pertumbuhan plantet dapat ditambahkan
IAA dan Kinetin pada media MS lengkap. Semua media MS hasil modifikasi dengan
penambahan hormon atau vitamin tertentu dapat dibuat dalam bentuk cair maupu
padat dengan menambahkan bahan pemadat seperti agar, ekstrak kentang dan
ekstrak pisang. Kemudian jika media kultur telah
dipastikan siap, maka teknik kultur jaringan siap dilakukan.
Metode kultur in vitro dalam bidang pertanian
saat ini telah berkembang untuk usaha perbanyakan tanaman, perbaikan sifat atau
seleksi, produksi bahan metabolit, pemeliharaan plasma nutfah dan transfer gen
dalam biologi molekuler. Semua kegiatan tersebut memerlukan media buatan baik
dalam bentuk cair maupun padat dengan memberikan formulasi kebutuhan nutrisi,
protein dan hormon tumbuh dalam perbandingan yang sesuai. Pada praktikum ini akan dilakukan teknik kultur
organ tanaman.
Bagian atau organ tanaman secara umun terdiri dari akar, batang, daun serta
bagian reproduktif yang berupa bunga, buah atau biji. Bagian-bagian tanaman
tersebut mampu untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap baik secara langsung
maupun tidak langsung. Peristiwa ini terjadi karena tanaman mempunyaicsifat
totipotensi sel, yaitu dalam satu sel mempunyai kemampuan untuk menjadi tanaman
lengkap. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk
membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat
yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang
singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih
cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Macam-macam organ umumnya menunjukan kecepatan pembelahan sel yng berbeda
pula. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam
kultur in vitro antara lain mencakup genotip sumber bahan tanaman, media dan
ZPT yang digunakan, kondisi lingkungan inkubasi, fisiologi jaringan dari
eksplan secara optimal sehingga diperoleh tanaman lengkap. Kultur organ dengan
bahan eksplan berupa pucuk tanaman yang sehat dan bebas virus mempunyai aspek
praktis sebagai perbanyakan klon yang cepat dan bebas penyakit.
1.2 Tujuan
1.
Mengenal
kondisi steril pada semua komponen pekerjaan kultur jaringan
2.
Mengetahui
sterilisasi alat, media, bahan tanam dn lingkungan yang steril atau aseptik.
3.
Mempelajari
cara pembuatan media dengan baik dan benar
4.
Mengenal
perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan
5.
Mengetahui
salah satu organ tanaman yang mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap
6.
Mengenal
berbagai macam organ tanaman dalam berdeferensiasi dan menghasilkan kalus.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknik Aseptik dalam
Pembiakan Kultur Jaringan
Kultur Jaringan
adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman
seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media
buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan
tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan
yang dilakukan di tempat steril. Teknik kultur jaringan pada saat ini telah
berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada
berbagai spesies tanaman (Iswanto,2002).
Lingkungan
aseptic sebagai salah satu syarat utama suksesnya kegiatan kultur jaringan
perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu perlu adanya usaha
sterilisasi peralatan yang akan digunakan dalam proses kultur.
a. Sterilisasi Ruang
Bagian dalam laminar
air flow disemprot dengan alkohol 70%. Kemudian lampu ultraviolet (UV)
dinyalakan selama 1 jam. Saat akan digunakan, lampu neon dan kipas dinyalakan
(Zulkarnain, 2009).
b. Sterilisasi Alat
Alat-alat dissecting
set dan glass ware yang
akan digunakan dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan kemudian dibungkus dengan
kertas payung, sedangkan mulut botol ditutup dengan alumunium foil. Selanjutnya
alat-alat disterilisasi di dalam autoclaf dengan suhu 121°C selama 15 menit.
Proses inokulasi eksplan, alat-alat dissecting
set disterilisasi dengan alkohol 96% dan dibakar dengan nyala api
spiritus setiap kali akan digunakan di laminar
air flow (Santoso, 2003)
c. Sterilisasi Media
Media yang digunakan adalah media Murashige and Skoog
atau MS (lampiran 1) di masukkan ke dalam botol kultur dan disterilisasi dengan
autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit (Suryowinoto, 1996).
d. Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi permukaan eksplan daun terdiri dari 2
tahap sterilisasi yaitu sterilisasi tahap I yang dilakukan di ruang persiapan
dan sterilisasi tahap II yang dilakukan di laminar air flow. Sterilisasi tahap I meliputi: Daun tembakau
muda (daun ketiga sampai kelima dari pucuk) diambil dari green house dibilas dengan air
mengalir hingga bersih. Sedangkan sterilisasi tahap II dilakukan setelah
sterilisasi tahap I, meliputi: Daun direndam dalam larutan etanol 70% selama 25
detik, kemudian dibilas dengan aquades steril selama 5 menit, Kemudian dibilas
dengan aquades steril selama 5 menit sebanyak 3 kali. Selanjutnya eksplan
diambil dengan pinset dan ditiriskan pada cawan petri yang berisi kertas saring
(George,1993).
Ada beberapa jenis
ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman, namun efisiensi dan
efektivitasnya berbeda terhadap jenis tanaman yang berbeda. Sebagai contoh,
kinetin sangat efektif untuk kultur buku batang), sementara sitokinin
konsentrasi rendah dapat memacu perkembangan tunas sedangkan konsentrasi tinggi
merangsang penggandaan tunas. Auksin pada konsentrasi rendah dapat memacu
pertumbuhan akar dan pada konsentrasi tinggi dapat merangsang pertumbuhan
kalus. Dengan demikian, pengaturan zat pengatur tumbuh di dalam media sangat menentukan
terhadap keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan kultur. Dalam perbanyakan
tanaman dibutuhkan pemilihan perbandingan konsentrasi auksin, sitokinin dan
suplemen yang tepat, karena hal ini akan menentukan dalam derajat keberhasilan
pembentukan tanaman baru (Nurwahyuni dan Elimasni,2006).
Kultur jaringan merupakan suatu teknik isolasi bagian
tanaman, seperti jaringan, organ atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan
yang steril sehingga bagian tanaman tersebut mampu bergenerasi dan
berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Winata, 1987 dalam Zulkarnain,
2009). Metode kultur jaringan dapat
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif
singkat, dimana tidak bergantung pada musim. Keunggulan lain dari kultur
jaringan yaitu memperoleh sifat fisiologi Kultur Jaringan Tembakau dan morfologi sama persis dengan tanaman
induknya (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sehingga penyediaan bibit akan selalu
terpenuhi dan bibit yang akan disebar ke masyarakat bersifat persis dengan
tanaman induknya (Desriatin, 2004)
2.2 Pembuatan Media dalam
Pembiakan Kultur Jaringan
Cara membuat media yaitu
bahan-bahan dimasukkan ke dalam gelas bekker mulai dari makro nutrien, mikro
nutrien, besi, vitamin, ZPT berupa 0,5 ppm IBA dan 0,4 ppm BAP serta akuades
sebanyak 100 ml, kemudian media diaduk dengan menggunakan stirer di atas hot
plate sampai mendidih. Pemberian sukrosa pada media sesuai dengan perlakuan
konsentrasi: 0 g/l, 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l dan 40 g/l. Pengaturan pH dilakukan
setelah pemberian sukrosa. Apabila pH kurang dari 5,7-5,8 maka dapat ditambah
dengan NaOH, sedangkan bila pH lebih dari kisaran tersebut maka ditambah dengan
HCl. Akuades ditambahkan sampai 500 ml, kemudian dimasukkan serbuk agar ke
dalam labu Erlermeyer dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirer sampai mendidih. Media selanjutnya dituang ke
dalam botol kultur dan ditutup dengan alumunium foil (Sitorus, et al.,2011).
Bahan pemadat (gelling agents) merupakan salah satu
komponen yang penting di dalam media kultur jaringan tanaman maupun
mikroorganisme. Media yang dipadatkan secara sempurna dapat menjadi media yang
baik untuk pertumbuhan jaringan tanaman maupun mikroorganisme, karena dapat
memelihara proses biokimia dan fisiologisnya (Maliro dan Lameck, 2004). Bahan
pemadat yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah jenis agar standar
khusus untuk kultur jaringan tanaman yang umumnya masih diimpor, misalnya merek
Bacto, Oxoid atau Gelrite dan
Phytagel (Priadi, et al.,2008).
Keuntungan menggunakan
bahan pemadat standar (agar) pada kultur jaringan tanaman adalah karena
mempunyai warna yang lebih terang daripada bahan pemadat alternatif. Namun
penggunaan agar standar pada perbanyakan secara massal akan meningkatkan biaya
produksi secara signifikan. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena di antara
komponen penyusun media, biaya bahan pemadat dapat mencapai sekitar 70%,
sedangkan komponen lain seperti garam-garam mineral, gula dan zat pengatur
tumbuh hanya sedikit berpengaruh terhadap biaya produksi karena harganya relatif
murah (Prakash et al., 2004).
Pada Tabel 3 disajikan perbandingan harga beberapa jenis bahan pemadat media
standar kultur jaringan tanaman dengan bahan pemadat media yang digunakan pada
penelitian ini (Salisbury dan Ross,1995).
Salah satu kendala
penggunaan bahan pemadat impor di negara sedang berkembang seperti Indonesia
adalah harganya yang mahal, dan kadang kala memerlukan waktu yang relatif lama
untuk memperolehnya. Hal ini mendorong para peneliti di negara berkembang untuk
mencari bahan pemadat alternatif dari berbagai tumbuhan umbi-umbian dan sereal,
misalnya dari pati ubi kayu dan guar gum
(diisolasi dari endosperma Cyamopsis
tetragonoloba), isubgol (diisolasi dari kulit biji Plantago ovata) dan tepung maizena,
serta menggunakan bahan tanaman anggrek, kentang, ubi kayu dan sebagainya
(Priadi, et al.,2008).
Media tanam memberikan pengaruh yang besar terhadap
keberhasilan kultur jaringan. Dalam media tanam kultur jaringan terdapat
penambahan zat pengatur tumbuh. Tanaman membutuhkan zat pengatur tumbuh alami
(fitohormon) untuk proses pertumbuhan, yaitu zat pengatur tumbuh auksi dan
sitokinin. Zat pengatur tumbuh berfungsi merangsang pertumbuhan, misalnya
pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya. Zat pengatur tumbuh
golongan auksin terdiri dari Indo Asam Asetat (IAA), Indol Asam Butirat (IBA),
Naftalen Asam Asetat (NAA), dan 2,4 D. Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin
terdiri dari Kinetin, Zeatin, Ribosil, dan Bensil Aminopurin (BAP). Dalam
pertumbuhan jaringan, sitokinin bersamansama dengan auksin memberikan pengaruh
interaksi terhadap deferensiasi jaringan. Komposisi auksin dan sitokinin dalam
media kultur in vitro memainkan
peranan penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas Sedangkan
konsentrasi 2 : 3 pada penelitan lain hanya
mampu menginduksi kalus dan tunas pada varietas yang berbeda. Mengacu pada
penelitian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan berbagai konsentrasi
yaitu 0 - 2,5 ppm untuk IAA dan 0 – 4 ppm untuk Kinetin. Penelitian ini
bertujuan mendapatkan kombinasi konsentrasi IAA dan Kinetin yang efektif untuk
induksi morfogenesis eksplan daun tembakau Nicotiana tabacu (Desriatin, 2004).
Teknik kultur jaringan
tumbuhan atau kultur in vitro dapat
dijadikan sebagai alternatif pemecahan masalah bagi perbanyakan bibit dan
perolehan metabolit sekunder dari tanaman ini. Teknik ini dapat menghasilkan
metabolit sekunder dalam jaringan tanaman dan juga dalam sel-sel yang
dipelihara pada media buatan secara aseptik (Fitriani, 2003). Metabolit
sekunder bisa diperoleh melalui kultur kalus. Metabolit yang dihasilkan dari
kalus sering kali kadarnya lebih tinggi dari pada metabolit yang diambil
langsung dari tanamannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pertumbuhan kalus adalah dengan menambahkan pra zat ke dalam
media. Media kultur jaringan tumbuhan berisi garam-garam mineral, hormon,
vitamin, sumber karbon, dan asam amino. Smith (1992) menyatakan pemilihan media
kultur jaringan merupakan kunci sukses dalam kultur jaringan. Hal ini
menyebabkan banyak diadakan penelitian untuk memodifikasi media-media yang
memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam tanaman (Sitorus, et
al.,2011).
2.3
Kultur
Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Upaya
peningkatan produktivitas dengan cara perbanyakan secara in vitro baik pada organ vegetatif
maupun pada organ generatif yaitu dengan teknik kultur jaringan. Kultur
jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman, seperti
protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bersegrerasi menjadi tanaman
lengkap kembali (Djapfar, 1990).
Bagian tanaman yang
digunakan untuk kultur jaringan biasanya adalah jaringan yang masih muda yang
berasal dari organ vegetatif seperti akar, batang, dan daun maupun organ
generatif seperti embrio, biji, anther, atau ovul serta bagian lain dari bunga.
Keberhasilan kultur in vitro ditentukan
oleh media dan macam tanaman. Media mempunyai 2 fungsi utama, yaitu untuk
mennyuplai nutrisi dan untuk mengarahkan pertumbuhan melalui zat pengatur
tumbuh. Adanya variasi media untuk tanaman menimbulkan beberapa macam media
yang digunakan untuk kultur yaitu Murashige dan Skoog, Gamborg (B5), Linsmaier,
Nitsch dan Nitsch, Woddy Plant Medium (WPM), MS, dan lain-lain. Media MS paling
banyak digunakan terutama untuk tanaman hortikultura (Prihardini, et al., 1993).
Saat ini
teknik perbanyakan tanaman melalui kultur in vitro telah banyak diterapkan pada tanaman pangan industri
salah satunya pada tanaman pisang (Musa
paradisiaca L.) karena Abaca secara morfologi tidak jauh berbeda dengan
pisang lainnya, maka teknik kultur in
vitro dimungkinkan dapat menghasilkan bibit-bibit Abaca yang seragam dan
berproduksi tinggi. Para petani penanam pisang Abaca sangat menyukai bibit
pisang hasil kultur jaringan karena bila dibandingkan dengan bibit asal biji
atau anakan biasa, bibit pisang hasil kultur jaringan pertumbuhannya lebih
pesat, seragam, dapat disediakan dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat,
dan bebas patogen berbahaya (Avivi
dan Irarwati,2004).
Perbanyakan tanaman
secara in vitro atau yang lebih
dikenal dengan kultur jaringan terbukti dapat meningkatkan ketersediaan bibit
tanaman dalam jumlah besar dan seragam dalam waktu relatif singkat. Aplikasi
teknologi ini telah banyak dilakukan terhadap berbagai spesies tanaman,
diantaranya seperti yang dilakukan oleh Hutami (1998) untuk perbanyakan tanaman
nilam khimera, Mariska (1998) dalam upaya penyediaan benih tanaman jahe dan
Kosmiatin (2005) dalam upaya perbanyakan gaharu. Telah dilakukan penelitian
terkait media kultur jaringan untuk family
orchidaceae terutama genus Dendrobium. Widiastoety (1994) melaporkan
bahwa penambahan 150 ml air kelapa sangat berpengaruh terhadap pembentukan
protocorm like bodies (plb). Widiastoety (1995) meneliti tentang pengaruh
berbagai sumber dan kadar karbohidrat terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium, dilaporkan bahwa
penggunaan karbohidrat dengan kadar 10 gr/ l terbukti efektif mempercepat
pertumbuhan batang, daun dan akar planlet Dendrobium. Widiastoety (1997) melaporkan bahwa pemberian air
kelapa sebanyak 150 ml/l pada tingkat ketuaan kelapa muda dan sedang dapat
mendorong pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium
(Oktafiani,2001).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pembiakan tanaman 1 dengan judul acara Kultur Jaringan dilaksanakan di laboratorium
produksi tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Jember pada hari kamis jam 14:00 wib tanggal 2 April 2012.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.
Pinset
2.
Gunting
3.
Scalpel
4.
Jarum ose
5.
Petridish
6.
Botol kultur dan gelas
7.
Autoklaf
8.
Shaker/alat penggojok
9.
Oven
10.
Laminer air flow
11.
Kotak entkas
12.
Timbangan analitis
13.
Alat pengukur pH
14.
Erlenmeyer
15.
Gelas ukur
16.
Beaker glass
17.
Tabung reaksi
18.
Thermometer
3.2.2 Bahan
1. Bahan media
2. Biji jagung dan lain-lain
3. Bahan media kultur
4. Daun kakao dan zygot jagung
5. Bahan media kultur
6. Bahan kultur organ tanaman
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Teknik Aseptik dalam
Pembiakan Kultur Jaringan
A. Sterilisasi Peralatan
1. Mencuci semua peralatan tanam
yang digunakan dalam kultur in vitro dengan detergen
2. Membilasnya sampai bersih,
pembilasan terakhir dengan menggunakan aquades
3. Meniriskan/mengering anginkan
untuk selanjutnya mengoven selama 4 jam dengan temperatur 1600C
4. Peralatan pinset, gunting,
scalpel, jarum ose, petridish, dan lain-lain. Sebelum mengoven, terlebih dahulu
membungkusnya dengan kertas coklat/koran
5. Mengoven peralatan botol
kultur dan gelas
6. Setelah selesai sterilisasi,
semua peralatan bisa digunakan dengan harapan menekan kontaminasin.
B. Sterilisasi Media
1. Pada kultur in vitro, media tanam
yang dipergunakan adalah media steril. Sterilisasi media sangat diperlukan
sebagai upaya menghindari kontaminasi selama kultur
2. Teknik sterilisasi
yang digunakan berupa sterilisasi basah dengan autoclave
3. Memasukkan media yang
telah terbuat ke dalam botol kultur
4. Metutup dengan kertas
aluminium foil
5. Melakukan sterilisasi selama
20-30 menit pada temperatur 1210C dengan tekanan 17,5 psi.
C. Sterilisasi Bahan Tanam
Bahan tanam dapat berasal dari lapang, rumak kaca dan
dari kultur yang sudah steril. Eksplan dari lapang mempunyai tingkat
kontaminasi lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari rumah kaca. Eksplan
tersebut berupa potongan tunas muda, batang, daun, akar, umbi, rimpang, dan
lain-lain. Cara sterilisasi eksplan yang akan ditanam berbeda-beda tergantung
dari jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan.
Teknik sterilisasi dapat dilakukan sebagai berikut :
1.
Mencuci bersih dengan air
mengalir
2.
Menggojog dengan
pestisida/fungisida
3.
Merendam dengan bahan kimia
tertentu/antiseptik di laminar air flow
4.
Membilas dengan air steril,
kemudian menanamnya
Contoh sterilisasi embrio jagung :
1.
Menyiapkan biji jagung muda
2.
Menggojog biji jagung dalam
larutan Dithane 45 2g/l selama 30 menit kemudian membilasnya dengan air steril
di dalam laminar
3.
Menggojog biji jagung (dengan
tangan) dalam larutan clorox 20% dan menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit
kemudian membilas dengan air steril 3 kali, mengulangi lagi tanpa menggunakan
Tween sampai busanya tidak muncul
4.
Mengambil embrio jagung dari
dalam bijinya, dan memasukkan dalam air steril
5.
Meniriskan embrio jagung di
atas tissue steril
6.
Menanam embrio di media yang
sudah disiapkan
3.3.2 Pembuatan Media
dalam Pembiakan Kultur Jaringan
A. Cara membuat stok larutan dengan volume 1 liter, contoh :
1. Membuat stok KNO3 525 mg/lt sebanyak 1 lt dengan
pegambilan 20 ml
Berapa KNO3 yang ditimbang?
Jawabannya :
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 20 = 525 . 1000
N1 = 26250
mg
KNO3 yang tertimbang sejumlah 26250 mg (26,25 g).
2. Melarutkan kedalam 1000 ml aquades.
3. Menyimpan kedalam suhu dingin.
B. Cara pembuatan media
padat Vacin & Went (VW) kultur jaringan sebanyak 1 liter
1. Menyiapkan semua larutan baku VW
2. Mengambil larutan baku sesuai
ketentuan dan menuang kedalam beaker glass 1 liter yang sudah terisi aquades
300 ml
3. Menimbang gula 20 g, 8 g bahan
pemadat (agar) dan arang aktif 1 g memasukkan dalam beaker glass. Mengaduk
campuran di atas stirer dan mengukur derajat keasaman dengan pH meter (5,8),
menggunakan NaOH 1N atau HCL 1N untuk mengaturnya
4. Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml
5. Mendidihkan di atas api sampai agar melarut
6. Menuangkan media selagi cair ke
dalam botol-botol dengan ukuran ketebalan 1 cm
7. Menutup semua botol dengan
alumunium foil, dan memberi tanda menurut jenis medianya
8. Mensterilkan botol-botol berisi
media di dalam autoclave selama 30 menit temperatur 1210C tekanan
17,5 psi
3.3.3 Kultur Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Melakukan penanaman dengan berbagai macam bahan/organ
tanam yang berbeda, antara lain : anggrek, embrio jagung, umbi bawang merah.
A. Organ Tanaman Embrio
Jagung
1. Menyiapkan biji jagung muda.
2. Menggojog biji
jagung dalam larutan Dithane 45 2 g/l selama 30 menit kemudian membilasnya
dengan air steril di dalam laminar.
3. Menggojog biji jagung (dengan tangan) dalam
larutan clorox 20 %.
4. Menambahkan 5
tetes Tween selama 3 menit.
5. Membilas dengan
air steril 3 kali, mengulangi lagi tanpa menggunakan Tween sampai busanya tidak
muncul.
4. Mengambil embrio
jagung dari dalam bijinya, dan memasukkan dalam air steril.
5. Meniriskan embrio
jagung di atas tissue steril.
6. Menanam embrio
pada media yang sudah di siapkan.
B. Organ Tanaman Umbi Bawang Merah
1. Menyiapkan umbi
bawang merah.
2. Mengupas kulit
luarnya.
3. Menggojog dengan
larutan clorox 20 % dan menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit.
4. Membilas dengan
air steril 3 kali, mengulangi lagi tanpa menggunakan Tween sampai busanya tidak
muncul.
5. Memperkecil
ukuran umbi bawang merah dengan membuang seludang kulit luarnya.
6. Memotong umbi
bawang merah secara transfersal.
7. Menanam pada
media yang sudah disediakan.
C. Organ Tanaman Anggrek
1. Menyiapkan media
VW kosong dan kultur anggrek dalam laminar
2. Memindah tanaman
anggrek yang sudah berjejal ke media baru (sub kultur)
3. Menyimpan kembali
ke rak inkubasi
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Berdasarkan
praktikum acara Kultur Jaringan diperoleh tabel hasil pengamatan media dan
eksplant
No
|
Tanggal
|
Media
|
Kelompok
|
Kontaminan
|
Tidak
Kontaminan
|
Keterangan
|
|
1
|
4 April 2012
|
IBA 1 ppm
|
1
|
—
|
√
|
—
|
|
3
|
—
|
√
|
—
|
||||
BAP 1 ppm
|
2
|
—
|
√
|
—
|
|||
6
|
—
|
√
|
—
|
||||
IBA ½ ppm + BAP ½ ppm
|
4
|
—
|
√
|
—
|
|||
5
|
—
|
√
|
—
|
||||
2
|
9 April 2012
|
IBA 1 ppm
|
1
|
—
|
√
|
—
|
|
3
|
—
|
√
|
—
|
||||
BAP 1 ppm
|
2
|
—
|
√
|
—
|
|||
6
|
—
|
√
|
—
|
||||
IBA ½ ppm + BAP ½ ppm
|
4
|
—
|
√
|
—
|
|||
5
|
—
|
√
|
—
|
Tabel 1. Hasil pengamatan media
kultur jaringan
No
|
Tanggal
|
Eksplant
|
Ul
|
Pertumbuhan
|
Kontaminasi
|
Tidak
Kontaminasi
|
Keterangan
|
|
Jmlh Akar
|
Jmlah Tunas
|
|||||||
1
|
4 April 2012
|
Jagung
|
1
|
2
|
2
|
—
|
√
|
—
|
2
|
1
|
1
|
—
|
√
|
—
|
|||
Bawang
Merah
|
1
|
1
|
1
|
—
|
√
|
—
|
||
2
|
1
|
1
|
—
|
√
|
—
|
|||
Anthurium
|
1
|
—
|
—
|
—
|
√
|
—
|
||
2
|
—
|
—
|
—
|
√
|
—
|
|||
2
|
9 April 2012
|
Jagung
|
1
|
4
|
1
|
—
|
√
|
—
|
2
|
3
|
3
|
—
|
√
|
—
|
|||
Bawang
Merah
|
1
|
11
|
3
|
√
|
—
|
Jamur
|
||
2
|
13
|
6
|
—
|
√
|
—
|
|||
Anthurium
|
1
|
—
|
—
|
√
|
—
|
Jamur
|
||
2
|
—
|
—
|
√
|
—
|
Jamur
|
Tabel 2. Hasil pengamatan eksplan kultur jaringan
4.2
Pembahasan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga
bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap
kembali. Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan
secara vegatatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur
dengan medium dan kondisi tertentu.
Lingkungan aseptic sebagai salah satu syarat utama
suksesnya kegiatan kultur jaringan perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh.
Untuk itu perlu adanya usaha sterilisasi peralatan yang akan digunakan dalam
proses kultur. Sterilisasi
adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat
yang steril, yaitu di laminar flow
dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi adalah segala proses dimana suatu objek,
material atau lingkungan dijadikan steril. Steril merupakan kondisi benda atau
objek yang bebas dari segala jenis sel hidup, spora dan virus. Metode
sterilisasi dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu metode fisik, metode kimia,
dan kombinasi fisik dan kimia. Metode fisik antara lain mencakup pemanasan,
pembakaran, penyaringan, penggunaan radiasi, dan penggunaan gelombang
ultrasonik. Pemanasan adalah metode yang paling lazim digunakan.
Pada praktikum ini sterilisasi
meliputi sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi alat, media dan sterilisasi
bahan tanam. Sterilisasi yang dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan peralatan seperti Laminar Air Flow ataupun
Autoclave. Selain menggunakan alat sterilisasi, supaya mikroorganisme
benar-benar hilang maka dapat digunakan senyawa kimi seperti dengan etanol, alkohol taupun aquadest yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan selain itu teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril. Sterilisasi pada teknik kultur jarngan meliputi:
1. Sterilisasi
Lingkungan Kerja
Dalam penanaman eksplan memerlukan
tempat atau ruang yang steril dan bebas mikroorganisme. Tempat untuk menanam
dan memindahkan eksplan disebut dengan Laminar Air Flow Cabinet. Alat-alat yang
digunakan dalam kultur jaringan biasanya ditempatkan diruangan dengan aliran
udara halus yang dihembuskan dari blower melalui suatu filter HEPA ( High
Efficiency Particulate Air) dengan pori-pori <0,3 µm. Aliran udara ini dapat
mencegah kontaminan selama penanaman.
2.
Sterilisasi Alat dan Media
Pada praktikum ini alat-alat yang
digunakan adalah pinset, gunting, scalpel, jarum,
ose, petridish, botol kultur dan gelas, autoklaf, shaker atau alat penggojok, oven, laminer air flow, kotak entkas, timbangan analitis, alat pengukur pH,
erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, tabung reaksi, thermometer. Sebelum disterilisasi alat-alt tersebut dicuci dengan detergen saat
praktikum pendahuluan dalam serangkaian acara kultur jaringan. Kemudian
peralatan tersebut disimpan dalam ruangan dengan suhu 1210C pada
tekanan 17,5 psi selam 20-30 menit. sedangkan sterilisasi dengan oven menngunakan
temperatur 1500C selama 4 jam.
3.
Sterilisasi Bahan Tanam
Bahan tanam yang digunakan dalam
praktikum ini harus disterilkan dahulu agar tingkat keberhasilan kultur semakin
tinggi. Pada praktikum ini bahan tanam yang digunakan adalah eksplan dari
embrio jagung, umbi bawang merah dan sel anthurium. Bahan-bahan tanam tersebut
sebelumnya telah disterilisasi dengan cara yang berbeda tetapi secara garis
besar tahap sterilisasi bahan-bahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mencuci bersih ke-3 bahan media tanam tersebut
dengan alir mengalir.
2. Menggojognya dengan pestisida atau fungisida
3. Merendamnya dengan bahan kimia aseptik di laminar
air flow
4. Membilasnya dengan air steril.
5. Mengambil sel, organ atau bahan utama yang akan
dikultur dengan peralatan steril. Contoh mengambil embrio dari jagung.
Sebenarnya setiap tanaman mempunyai
tingkat kontaminasi yang berbeda tergantung pada jenis tanaman, bagian tanaman
yang digunakan, morfologi organ tersebut, mutu tanaman dan kondisi tanaman.
Prinsip utama sterilisasi bahan tanam atau eksplan dalam kultur jaringan
adalah mematikan kontaminan tanpa
membunuh eksplan, karena baik eksplan maupun kontaminan adalah makhluk hidup.
Dari berbagai teknik aseptik yang
dilakukan dalam praktikum ini terutama pada saat menanam
eksplan ke dalam botol dalam kondisi steril dilakukan didalam alat yang disebut dengan Laminar Air Flow. Laminar Air
Flow adalah alat sterilisasi yang menggunakan
prinsip filtrasi udara dan penggunaan radiasi ultraviolet. Laminar air flow
digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan laboratorium yang membutuhkan
kondisi steril, seperti membuka alat yang telah disterilisasi dan menyiapkan
samel mikrobia. Lingkungan dalam laminar air flow disterilisasi dengan 2 cara.
Sebelum digunakan, laminar
air flow ditutup dan lampu UVR dinyalakan sehingga mikrobia di
udara dan permukaan ruang mati, lalu saat bekerja, kondisi udara dijaga stabil
dengan filtrasi udara. Komponen laminar air flow antara lain ruang kaca steril
yang dilengkapi dengan tutup, filter udara di bagian belakang, lampu UV di
langit-langit ruang, lampu biasa untuk membantu proses kerja, serta panel
tombol untuk menyalakan lampu UVR, filter dan lampu biasa.
Gambar 1. Laminar Air Flow di laboratorium Kultur
Jaringan (kanan) dan cara kerja dari Laminar Air Flow (kiri).
Laminar Air Flow (LAF) merupakan alat yang sering
digunakan untuk bekerja secara aseptis, alat
ini mempunyai pola pengaturan dan penyaring aliran
udara sehingga menjadi steril dan dilengkapi dengan blower serta lampu UV.
Prosedur penggunaan LAF adalah sebagai
berikut:
1.
Menghidupkan lampu UV selama 2 jam, selanjutnya mematikan segera sebelum
mulai bekerja.
2.
Memastikan kaca penutup terkunci.
3.
Menyalakan lampu neon dan blower.
4.
Membiarkan selama 5 menit.
5.
Mencuci tangan dan lengan dengan sabun atau alkohol 70 %, sebelum
menggunakan LAF.
6.
Memasukkan alat dan bahan yang akan
dikerjakan, mengusahakan agar tidak terlalu penuh (overload) karena memperbesar resiko kontaminan.
7.
Mengatur alat dan bahan yang telah dimasukan ke LAF sedemikian rupa sehingga efektif dalam bekerja dan tercipta areal yang
benar-benar steril
8.
Menghindari
penggunaan api atau pembakar bunsen dengan bahan bakar, tetapi
didalam LAF diperbolehkan menyimpan larutan-larutan yang berbahaya.
9.
Mengerjakan secara aseptis dan mengusahakan jangan sampai pola aliran udara terganggu oleh
aktivitas kerja.
Alat lain yang berperan penting dalam
teknik aseptik, terutama sterilisasi alat dan media tanam adalah Autoclave. Autoclave yaitu alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang
digunakan dalam teknik kultur
jaringan dengan prinsip utama menghilangkan kontaminasi dengan menggunakan uap air panas bertekanan tinggi. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi
atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC (250oF). Jadi
tekanan yang bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15pounds per square inch). Medium yang akan disterilkan
ditempatkan di dalam autoclave selama 15-20 menit, hal ini bergantung pada
banyak sedikitnya barang yang perlu disterilkan. Medium yang akan disterilkan
ditempatkan dalam beberapa botol yang agak kecil daripada dikumpul dalam satu
botol yang besar. Setelah pintu autoclave ditutup rapat, barulah kran pada pipa
uap dibuka dan temperatur akan terus-menerus naik sampai 121oC .
Gambar 2. Autoclave
di laboratorium Kultur Jaringan (kiri) dan keterangan bagian-bagian dari
autoclave (kanan).
Keterangan gambar autoclave :
1. Tombol pengatur waktu mundur (timer).
2. Katup pengeluaran uap.
3. pengukur tekanan.
4. kelep pengaman.
5. Tombol on-off.
6. Termometer.
7. Lempeng sumber panas.
8. Aquades (dH2O).
9. Sekrup pengaman.
10. batas penambahan air.
Cara menggunakan
autoclave adalah sebagai berikut :
1.
Sebelum
melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air kurang
dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.Menggunakan air hasil
destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
2.
Masukkan
peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi
botol beretutup ulir, maka tutup harus dikendorkan.
3.
Kemudian menutup autoklaf dengan rapat lalu
kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yang keluar
dari bibir autoklaf. Mengusahakan agar klep pengaman jangan dikencangkan terlebih
dahulu.
4.
Menyalakan autoklaf lalu mengatur timer dengan waktu minimal 15
menit pada suhu 121oC.
5.
Menunggu sampai air mendidih sehingga uapnya
memenuhi kompartemen autoklaf dan terdesak keluar dari
klep pengaman. Kemudian
menutup dan mengencangkan
klep pengaman setelah itu
menunggu sampai selesai.
Penghitungan waktu 15 menit dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
6.
Jika
alarm tanda selesai berbunyi, maka masih menunggu tekanan dalam kompartemen turun hingga
sama dengan tekanan udara di lingkungan
(jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka
nol). Kemudian membuka klep-klep pengaman dan mengeluarkan isi autoklaf dengan hati-hati.
Selain berbagai alat yang digunakan
dalam teknik aseptik kultur jaringan, terdapat faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan sterilisasi baik alat dan media maupun bahan tanam yaitu bahan
kimia yang digunakan untuk sterilisasi.
Menurut Salisbury (1995) Penggunaan
formalin tidak dibenarkan sama sekali, karena uap formalin dapat terhembus
kearah dada sipenabur sehingga berbahaya bagi kesehatannya. Strerilisasi pada
laminar air flow yang dibenarkan adalah dengan spirtus atau alkohol 70% . Oleh
karena itu dalam berbagai teknik kultur jaringan hanya beberapa senyawa kimia
yang digunakan untuk menghilangkan kontaminasi mikrobia, diantaranya adalah
alkohol, spiritus, khlorin, dhitane dan tween. Sebelum mulai bekerja, permukaan tempat kerja dari laminar air flow dilap dengan kapas yang telah dicelup dalam 70%
alkohol atau dalam larutan kaporit. Ada juga tipe laminar air flow yang
dilengkapi dengan lampu ultra violet. Maka
lampu ultra violet dinyalakan selama beberapa waktu antara 1-2 jam untuk
mematikan kontaminan dipermukaan tempat kerja. Laminar
air flow juga harus dijaga sebersih mungkin. Setelah
bekerja, permukaan tempat kerja dibersihkan dengan alkohol 70% atau dengan
lampu ultra violet selama 1-2 jam.
Pembiakan secara kultur jaringan merupakan teknik memperoleh tanaman baru
yang lebih cepat dibanding teknik lain, tetapi jika berhasil. Pada umumnya
teknik kultur jaringan sering mengalammi kegagalan. Pada praktikum ini terdapat
beberapa eksplan yang justru ditumbuhi oleh jamur, hal itu menunjukkan bahwa
organ tanaman tersebut telah terkontamintasi. Sumber kontaminasi dapat
berasal dari eksplan tumbuhan, organisme kecil yang masuk ke dalam media, alat
yang tidak steril dan lingkungan kerja yang kurang steril. Kontaminasi pada praktikum ini terjadi pada
eksplan bawang merah dan anthurium dan keduanya terkontaminasi sama yaitu oleh
jamur. Pada praktikum ini terdapat dua organisme yang diduga menyebabkan
kontaminasi pada eksplan yaitu bakteri dan jamur. Perbedaan utama kontaminasi
yang disebabkan oleh jamur dan bakteri adalah sebagai berikut :
1.
Kontaminasi Bakteri
Jika media kultur jaringan
terkontaminasi oleh bakteri, maka akan terdapat lendir dan lama-kelamaan media
tanam yang seharusnya padat akan mencair kembali.
2.
Kontaminasi Jamur
Berbeda dengan kontaminasi oleh
bakteri, jika eksplan atau media kultur jaringan terkontaminasi oleh jamur,
maka akan terlihat jamur atau fungi. Kontaminasi oleh jamur adalah yang paling
sering terjadi, seperti pada praktikum ini eksplan bawang merah dan anthurium
terkontaminasi oleh jamur. Dalam gelas wadah eksplan terdapat jamur yang
menempel pada eksplan, dengan warna hitam dan berkoloni. Maka teknik kultur
jaringan pada eksplan bawang merah dan anthurium dinyatakan gagal karena
terkontaminasi oleh jamur. B
Menurut George
(1993) kultur yang telah terkontaminasi dapat
diselamatkan dengan metode berikut:
1. Buka wadah yang berisi kultur terkontaminasi dan isi penuh dengan
larutan 0.5–1% w/v sodium hypochlorite.
2.
Biarkan selama 1–50 menit
tergantung pada keganasan kontaminasi atau sensitivitas bahan tanaman.
3.
Keluarkan kultur dari larutan
kloring, potong bagian dasar dan buang daun – daun yang
berlebihan
4.
Transfer ke media kultur yang
baru
Tahap selanjutnya, eksplan dapat dicuci
dengan air steril atau diperlalukan dengan satu seri sodium hypochlorite encer,
misalnya 1% → 0.5% → 0.25% → 0.1% dan ditanam tanpa pembilasan dengan air
steril lagi. Ini berarti tanaman yang ditanam kembali ke kultur
mengandung sedikit klorin. Senyawa klorin berguna pada kultur yang
terkontaminasi berat, tetapi hanya tanaman yang tahan klorin yang dapat
diperlakukan dengan cara ini. Dengan metode tersebut, kultur yang
terkontaminasi akan segera membaik dan tumbuh.
Setelah
praktikan mengerti tentang semua hal mengenai teknik aseptik maka tahap
selanjutnya adalah pembuatan media kultur jaringan. Media merupakan faktor
penentu dalam perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan. Komposisi media yang
digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur
baik padat maupun cair seharusnya menyediakan unsur hara dan mikro maupun
makro, vitamin, asam amino, karbohidrat, zat pengatur tumbuh. Pada praktikum ini media yang digunakan adalah jenis
media padat dengan komposisi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Stok
hara makro
Senyawa hara makro diperlukan dalam jumlah
yang cukup besar. Oleh karena itu dibuat dalam stok larutan tunggal selain itu
jenis anion senyawa makro tidak sama. Unsur hara makro merupakan kebutuhan
pokok pertumbuhan tanaman. Setiap unsur hara memiliki fungsi dan perannya
masing-masing dalam memenuhi kebutuhan eksplan agar dapat berkembang menjadi
individu baru.
1. Unsur Nitrogen (N)
Kegunaan unsur Nitrogen
bagi tanaman adalah untuk menyuburkan tanaman, sebab unsur N dapat membentuk
protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain.
2. Unsur Fospor (P)
Dibutuhkan oleh tanaman
untuk membentuk karbohidrat. Maka, unsur P ini dibutuhkan secara besar-besaran
pada waktu pertumbuhan benih.
3. Unsur Kalium (K)
Memperkuat untuk tubuh
tanaman, karena unsur ini dapat digunakan untuk memperkuat serabut-serabut
akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.
4. Unsur Sulpur (S)
Unsur ini digunakan
untuk proses pembentukan anakan sehingga pertumbuhan dan ketahanan tanaman
terjamin.
5. Unsur Kalsium (Ca)
Digunakan untuk
merangsang pembentukkan bulu-bulu akar, mengeraskan batang dan merangsang
pembentukkan biji.
6. Unsur Magnesium (Mg)
Digunakan tanaman
sebagai bahan mentah untuk ppembentukkan sejumlah protein.
7. Unsur Besi (Fe)
Unsur ini digunakan
sebagai penyangga (chelati agint) yang sangat penting untuk menyagga kestabilan
pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.
8. Unsur Sukrosa
Unsur ini sering
ditambahkan pada medium kultur jaringan sebagai sumber energi yang diperlukan
untuk induksi kalus.
9. Unsur Glukosa atau Fruktosa
Unsur ini dapat digunakan sebagai unsur
pengganti sukrosa karena dapat merangsang beberapa jaringan.
2. Stok hara mikro
2. Stok hara mikro
Unsur hara mikro sangat sedikit diperlukan
dalam pembuatan media. biasanya larutan hara mikro dibuat dengan kepekatan 200
kali konsentrasi akhir media dan bahan yang diperlukan masih cukup kecil jumlahnya.
Oleh karena itu larutan stok unsur hara mikro dapat dibuat sebagai stok
campuran. Tetapi meskipun dibutuhkan dalam jumlah kecil unsur hara mikro
merupakan penyusun protein sel tanaman yang berperan dalam proses metabolisme
dan fisiologi tanaman. Unsur hara mikro meliputi Fe, Zn, B, Cu, Co, dan
Mo.
3. Zat
Pengatur Tumbuh
Kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk
kebanyakan kultur kalus adalah auksin dan sitokinin. Auksin merupakan senyawa
yang dibutuhkan untuk menginduksi pembelahan sel, pemanjangan sel, dan
seringkali untuk pengakaran. Senyawa auksin sering digunakan bersamaan dengan
sitokinin. Pada umumnya sitokinin merupakan turunan adenin (aminopurin), yang
mempunyai peranan menginduksi tunas, mendorong pembelahan sel jaringan tanaman,
mengatur pertumbuhan dan perkembangan seperti kinetin. Auksin yang sering
digunakan adalah IAA, IBA dan sitokinin yang sering digunakan adalah BAP.
Pada praktikum ini ZPT yang digunakan adalah
IBA dan BAP dengan konsentrasi yang berbeda yaitu IBA 1 ppm, BAP 1 ppm, IBA ½ ppm dan BAP ½
ppm. Indole-3-Butyric (IBA) hampir sama
dengan Asam Indole Asetat (IAA) yang dapat memacu pertumbuhan akar, batang dan
daun. IBA berbentuk tepung berwarna putih, IBA tidak dapat dicairkan dengan air
biasa tetapi dengan larutan alkali dan karbon.
4. Vitamin
Vitamin mempunyai fungsi katalisator dalam
sistem enzim dan dibutuhkan hanya dalam jumlah sangat sedikit. Tiamin (vit B1)
dipandang sebagai satu-satunya vitamin penting untuk hampir semua kultur
jaringan tanaman, sedangkan niacin dan pyridoxine (vit B6) dapat memacu
pertumbuhan. Thiamin yang diberikan berupa Thiamin –HCl.
5. Asam
amino
Asam amino biasanya tidak ditambahkan pada
media kultur tanaman, kecuali glisin. Asam amino dapat mendorong pertumbuhan
sel dan regenerasi tanaman. Apabila suatu campuran nitrogen organik diperlukan,
medium dpat diperkaya dengan casein hidrosilat. Asam amino khusus kadang-kadang
diperlukan untuk menginduksi respon fisiologis.
6. Karbohidrat
Semua media memerlukan karbohidrat sebagai
sumber karbon dan energi. Hampir semua kultur menghasilkan pertumbuhan optimum
dengan penambahan disakarida sukrose, namun akan diperoleh keragaman
pertumbuhan apabila ditambahkan disakarida yang lain atau monosakarida sebagai
pengganti sukrose.
7. Air
Air yang digunakan pada semua kultur
jaringan, termasuk air yang digunakan selama pembuatan kultur harus
didestilasi. Tidak dianjurkan menyimpan air destilasi dalam wadah polietilen
atau gelas pyrex karena dapat terkontaminasi dalam ruang penyimpanan yang tidak
steril.
Teknik kultur jaringan
akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi.
Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan
eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan media yang cocok dan keadaan yang aseptik. Oleh karena itu media kultur jaringan merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan kultur jaringan.
Ketika
menentukan akan menanam apa dengan metode kultur jaringan, maka perlu pula
menentukan media dasar apa yang akan dipakai. Ada beberapa jenis media dasar dalam kultur
jaringan diantaranya adalah :
1. Media
Knop
Konsep
media ini adalah yang pertama ditemukan, yang dapat
digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan
pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar
dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl
dan IAA.
2. Media
White
Media ini dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor
bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut,
lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg
dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk
jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang
digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih
rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
3.
Media Knudson dan media
Vacin and Went,
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang
ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya
mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM
NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan
biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
4. Media Nitsch & Nitsch,
Media
yang menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup
tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan
ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang
menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan
kalus .
5. Media Murashige
& Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam
anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau.
Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+.
Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media
Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih
tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P,
1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali
unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi
komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain.
Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun
sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan
media MS tersebut, antara lain media :
6.
Media Gamborg B5 (media
B5)
Pertama kali
dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium
lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan
untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara
lain:
1. Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hamper semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
1. Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hamper semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
2. Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
3. Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar
tanaman tomat.
4. Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.
5. Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel.
4. Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.
5. Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel.
6. Media dasar schenk dan
Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk kultur jaringan
tanaman-tanaman monokotil.
7. Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
8. Media N6 untuk serealia terutama padi.
8. Media N6 untuk serealia terutama padi.
Dari sekian banyak media dasar yang
paling sering dan banyak digunakan adalah komposisi media dari Murashige dan
Skoog. Kadang-kadang untuk kultur tertentu, kombinasi zat kimia dari murashige
dan Skoog masih tetap digunakan tetapi konsentrasinya yang diubah. Sebagai
contoh media ½ MS, berarti konsentrasi persenyawaan yang digunakan adalah
setengah konsentrasi media Murashige dan Skoog.
Pada praktikum pembuatan media kultur
jaringan terdapat beberapa perbedaan perlakuan komposisi media. Tetapi
perbedaan tersebut hanya sebatas digunakan dalam ketentuan jumlah hormon ZPT
yang berbeda-beda. Untuk media yang dibuat oleh kelompok 1 dan 3 menggunakan
media padat dengan perlakuan IBA 1 ppm. Kemudian kelompok 2 dan 6 menggunakan
BAP 1 ppm dan terakhir kelompok 4 dan 5 menggunakan IBA ½ ppm dan BAP ½ ppm.
Berdasarkan data hasil praktikum pada pengamatan hari ke-3 semua media dengan
berbagai perlakuan berhasil, atau tidak terkontaminasi baik oleh jamur ataupun
bakteri dan media-media tersebut telah memadat oleh bantuan agar. Media
tersebut bertahan hingga hari ke-7, yaitu semua media tidak ada yang
terkontaminasi. Semua perlakuan menunjukkan data yang sama, bahwa pada
praktikum ini pembuatan media padat dengan berbagai komposisi semua media
berhasil.
Pembuatan
media pada prinsipnya dilakukan dengan melarutkan semua komponen media dalam
air sesuai dengan konsentrasi pada formulasi yang ditentukan. Namun, penimbangan satu persatu komponen
media untuk setiap pembuatan media kultur adalah tidak praktis dan hanya dapat dilakukan jika
jumlah zatnya cukup besar. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pembuatan larutan stok.
Larutan stok adalah larutan berisi satu atau lebih komponen media yang
konsentrasinya lebih besar dari konsentrasi komponen tersebut.
Murashige dan Skoog (1977) menyebutkan bahwa media kultur invitro
memerlukan perimbangan tertentu dalam camupuran garam-garam mineral, gula,
vitamin dan hormon tumbuh. Sebagai contoh untuk induksi pertumbuhan sel kalus
media Murashige dan Skoog (MS) dapat ditambahkan hormon auksin 2, 4 D, untuk induksi
tunas dapat ditambahkan hormon IAA,
sedangkan untuk pertumbuhan planlet daat ditambahkan IAA dan Kinetin.
Semua media MS hasil modifikasi dengan penambahan
hormon atau vitamin tertentu dapat dibuat dalam bentuk cair maupun padat dengan menambahkan bahan pemadat seperti agar.
Komposisi media yang digunakan dalam kultur
jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dutumbuhkan
secara in vitro Media Murashige
dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro
dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Nutrien yang tersedia di media berguna
untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam
jumlah sedikit untuk regulasi.
Media Murashige & Skoog (MS) merupakan perbaikan komposisi media Skoog,
terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada eksplan kultur jaringan. Pada praktikum ini pembuatan media
MS menggunakan stok larutan dengan KNO3. Kebutuhan larutan stok
media MS dapat disesuaikan dengan jenis eksplan yang dikulturkan. KNO3
dihitung menggunakan rumus perbandingan massa dan volume yang kemudian dapat
ditentukan massa dari KNO3 yang kemudian dilarutkan dalam 1000 ml
aquades dan disimpan dalam suhu dingin. Unsur
Nitrogen (N) bagi tanaman berfungsi untuk menyuburkan tanaman, sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak
dan berbagai persenyawaan organik yang lain. Unsur Kalium (K)
dapat memperkuat untuk
tubuh tanaman, karena unsur ini dapat digunakan untuk memperkuat
serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Selain itu pada media MS
diberikan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan tanaman yaitu garam-garam
organik seperti unsur hara makro, unsur hara mikro, vitamin, asam amino,
karbohidrat, zat pengatur tumbuh yang telah dijelaskan dibagian kandungan
penting dalam media kultur jaringan.
Unsur-unsur tersebut memiliki arti penting
untuk kelangsungan pertumbuhan tanaman yang dikembangkan dengan kultur
jaringan. Setiap unsur memiliki fungsi masing-masing, sehingga jika ada salah
satu unsur yang tidak dipenuhi pasti pertumbuhan eksplan akan terganggu.
Unsur-unsur dalam media kultur jaringan harus mendukung pertumbuhan eksplan,
karena eksplan tidak dapat mencari unsur tersebut seperti saat berada ditanah.
Oleh karena itu agar tingkat keberhasilan tinggi pada pengembangbiakan tanaman
secara kultur jaringan unsur-usur pada media kultur jaringan harus lengkap
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan eksplan tanaman agar menjadi individu
baru.
Kultur Jaringan merupakan teknik memperbanyak tanaman dengan memperbanyak jaringan mikro
tanaman yang ditumbuhkan secara invitro menjadi tanaman yang sempurna dalam
jumlah yang tidak terbatas. Dasar teori dari teknik kultur jaringan ini adalah
teori totipotensi sel yang menyatakan bahwa setiap sel organ tanaman akan mampu
tumbuh menjadi tanaman yang sempurna jika ditempatkan di lingkungan yang
sesuai. Teori totipotensi ini
dikemukakan oleh G. Heberlandt tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi
yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1969, F.C.Steward menguji ulang teori
tersebut dengan menggunakan objek sel wortel. Dengan mengambil
satu sel empulur wartel, F.C. Steward bisa menumbuhkannya menjadi satu individu
wortel. Maka teori ini mempercayai bahwa setiap bagian
tanaman dapat berkebang biak.karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringan – jaringan hidup. Totipotensi
dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat memperbanyak diri
dalam keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang dimungkinkan. Kata
sifat totipoten lebih banyak dipakai. Sel puncak, termasuk
zigot, memiliki kemampuan ini. Pada tumbuhan, sel meristem yang berada pada
titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini.
Mekanisme dari
totipotensi sel tanaman adalah sebagai berikut , totipotent sel dibentuk selama fase seksual dan reproduksi
asexual termasuk spora dan zygot. Zygot adalah produk dari perpaduan dari dua
gamet. Dalam beberapa organisme, sel berdiffereniasi dan dapat kembali
melakukan totipotensi. Sebagai contoh, perkembangan manusia dimulai
ketika sebuah sperma fertilizes menciptakan sebuah telur dan satu sel
totipotent (zygote). Pada hari pertama setelah pembuahan, sel ini membagi
menjadi identik totipotent sel. Kira-kira empat hari setelah pembuahan dan
setelah beberapa siklus dari divisi sel, sel-sel ini mulai totipotent
berspesialisasi. Pada tumbuhan, sel meristem yang berada pada titik tumbuh juga
memiliki kemampuan ini.
Semua sel tanaman
memiliki potensi untuk
totipotensi. Mereka dapat menjadi spesialis pluripotent sel yang
dapat menimbulkan banyak sel anak, namun tidak semua, dari sel-sel yang
diperlukan untuk pengembangan organisme. Pluripotent sel mengalami lebih
spesialisasi ke multipotent sel yang berkembang untuk menjadi sel-sel yang
memiliki fungsi tertentu. Kemampuan totipotensi dapat diubah dengan mengganti
lingkungan hidup/tumbuh sel. Modifikasi osmotik, nutrisi, hormon, atau sumber
energi yang dipaparkan pada sel dapat mengubah sifat
ini menjadi pluripoten (“banyak potensi”), multipoten (“berbagai potensi”),
atau unipoten (“tunggal potensi”). Sel yang pluripoten memiliki kemampuan
berubah yang masih banyak, multipoten hanya beberapa, dan unipoten adalah
bentuk sel yang telah terspesifikasi.
Pada praktikum ini eksplant yang
digunakan adalah embrio jagung, umbi bawang merah dan sel tanaman anthurium.
Berdasarkan hasil pengamatan hari ke-3, semua eksplant tidak ada yang
terkontaminasi. Semua eksplant mulai membentuk sel-sel baru kecuali eksplant
anthurium yang belum menunjukkan adanya perubahan. Eksplant jagung pada ulangan
pertama telah tumbuh 2 akar dan 2 tunas, pada ulangan ke-2 hanya tumbuh 1 akar
dengan 1 tunas. Pada eksplant umbi bawang merah ulangan pertama dan ulangan
ke-2 eksplant hanya terlihat tumbuh 1 akar dengan 1 tunas. Sedangkan eksplant
anthurium baik ulangan pertama dan ke-2 belum terlihat adanya organ baru
tanaman yang terbentuk.
Setelah dilakukan pengamatan sampai
hari ke-7 setelah eksplant ditanamam terdapat berbagai perubahan, diantaranya
telah muncul berbagai organ tanaman yang baru. Pada eksplant jagung ulangan
pertama telah terlihat tanaman muda jagung dengan batang dan daun yang berwarna
hijau, telah tumbuh 4 akar dan 1 tunas sehat, sedangkan pada ulangan ke-2
tumbuh 3 akar dan 3 tunas. Eksplant-eksplant jagung tersebut tidak ada yang
terkontaminasi.
Pada eksplant bawang merah ulangan
pertama eksplant terkontaminasi oleh jamur meskipun demikian eksplant ini telah
tumbuh 11 akar dengan 3 tunas. Indikasi bahwa eksplant bawang merah
terkontaminasi oleh jamur adalah adanya koloni jamur berwarna hitam yang
menempel pada eksplant bawang merah.
Pada ulangan ke-2 bawang merah telah mampu
menumbuhkan 13 akar dengan 6 tunas dan eksplant ini adalah eksplant yang
menujukkan tingkat keberhasilan tertinggi. Sedangkan pada eksplant anthurium
yang pada hari ke-3 belum tumbuh organ baru hingga hari ke-7 eksplant anthurium
belum menunjukkan perubahan. Eksplan anthurium terkontaminasi oleh jamur baik
ulangan pertama dan ulangan ke-2. Hal tersebut yang mengakibatkan eksplant
anthurium tidak dapat berkembang hingga hari ke-7. Pada praktikum ini telah
membuktikan bahwa kontaminan oleh jamur maupun bakteri dapat mengganggu
pertumbuhan eksplan seperti yang terjadi oleh eksplant anthurium dan bawang
merah. Berikut adalah gambar dari eksplan yang tidak terkontaminasi dan eksplan
yang terkontaminasi.
Gambar 1. Eksplan jagung yang tidak terkontaminasi
(kiri) dan eksplan bawang merah yang terkontaminasi (kanan).
Pada praktikum ini selain mengandalkan
teori totipotensi agar cepat terbentuk tanaman baru maka diperlukan penambahan
hormon pada eksplan. Hormon
adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman. Hormon diperlukan
dalam konsentrasi yang rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah dikenal memiliki aktivitas
serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami ada, dikenal
dengan sebutan zat pengatur tumbuh (ZPT).
Kultur jaringan
merupakan manipulasi pertumbuhan tanaman dalam kondisi yang terkontrol dengan
baik dan auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini.
Kebanyakan eksplan memerlukan hormon auksin dan sitokinin. Dalam kultur jaringan, tambahan (exogenous) zat
pengatur tumbuh diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan. Sebagai panduan
umum, auksin atau sitokinin atau keduanya ditambahkan ke dalam kultur untuk
memperoleh respon pertumbuhan. Pada praktikum ini penambahan hormon yang digunakan
adalah hormon auksin IBA dan sitokinin BAP.
Indole-3-asam butirat (IBA) adalah hormon tanaman jenis auksin dan merupakan bahan dalam memperbanyak produk tanaman hortikultura komersial khususnya pada sistem perakaran. IBA tidak larut dalam air, biasanya dilarutkan dalam 75% atau alkohol murni. IBA juga tersedia sebagai garam yang larut dalam air. Larutan harus
disimpan di tempat yang sejuk dan gelap untuk hasil terbaik.
Hormon yang bersifat
memacu pertumbuhan dan perkembangan,
beberapa hormon yang memacu pertumbuhan diantaranya auksin,
sitokinin, dan giberelin. Pada
praktikum ini hormon yang digunakan adalah IBA dan BAP dengan berbagai
konsentrasi.
1.
Hormon Auksin
Hormon ini ditemukan di bagian pucuk
tumbuhan yang sedang tumbuh. Hormon ini disintesis di meristem apikal ujung
batang kemudian disebarkan ke seluruh bagian tubuh tumbuhan dengan gerakan
terpolarisasi ke satu arah. Di alam dijumpai beberapa macam auksin, yaitu IAA,
4-kloro IAA (terdapat pada biji kacang- kacangan muda), asam fenil asetat
(PAA), dan asam indol butirat (IBA). Sementara auksin yang disintesis adalah
NAA, 2, 4D, dan MCPA (asam 2-metil-4- klorofenoksiasetat). Auksin mempengaruhi
pemanjangan sel yang kemudian diikuti oleh tekanan turgor di dalam sel untuk
memperkuat dinding sel. Auksin berfungsi sebagai:
1.
Mempengaruhi pembentukan akar lateral dan adventif
2.
Memacu berbagai jenis sel tumbuhan untuk menghasilkan
etilen
3.
Mempengaruhi pertumbuhan kuncup samping
4.
Menyebabkan batang tumbuhan membengkok karena
distribusi auksin yang tidak merata pada batang sehingga menyebabkan
pemanjangan sel yang tidak sama
5.
Menginduksi pembelahan kambium vaskuler, dan
6.
Memacu perkembangan bunga dan buah
Pada tahap reproduksi, IAA terdapat di dalam
polen, buah, biji, atau organ- organ lain. Auksin sintesis 2,4 D merupakan
herbisida untuk memberantas gulma. Dalam konsentrasi rendah 2,4 D berfungsi
sebagai zat pengatur tumbuh, tetapi dalam konsentrasi tinggi sebagai racun. IAA
bertanggung jawab terhadap dominasi apikal, yaitu pola pertumbuhan dimana ujung
pucuk batang mencegah tumbuhnya tunas aksiler.
2.
Hormon Sitokinin
Sitokinin merupakan senyawa yang berasal
dari suatu senyawa yang mengandung nitrogen, yaitu adenin. Hormon ini ditemukan
oleh Overbeek di dalam air kelapa. Dalam penelitiannya, hormon ini berperan
dalam memacu pembelahan sel (sitokinesis). Hormon ini terdapat pada organ yang
muda, disintesis di akar, dan diangkut ke atas melalui xilem. Sitokinin
berfungsi dalam:
1.
Memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
2.
Membantu pembesaran sel- sel kotiledon dan daun dikotil
3.
Memacu perkembangan kuncup samping, dan
4.
Memacu pembelahan sel dan pembentukan tunas pucuk
Pada praktikum terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan kegagalan
dalam teknik kultur jaringan. Pada beberapa kasus kegagalan kultur jaringan
yang paling umum adalah terkontaminasi oleh patogen, inokulum yang tumbuh
abnormal, dan eksplan tidak berkembang sama sekali. Teknik sterilisasi dan
pemenuhan kandungan dalam media merupakan hal terpenting yang menentukan
keberhasilan teknik ini. Jika alat, media, bahan tanam atau lingkungan kerja tidak steril maka eksplan
dapat terkontaminasi oleh jamur atau bakteri. Bahkan kemungkinan eksplan tidak
dapat tumbuh menjadi tanaman baru karena unsur penting dalam media kultur yang
jumlahnya terbatas telah terkontaminasi atau telah digunakan untuk tumbuhnya
jamur. Selain kontaminasi yang disebabkan oleh kurang sterilnya peralatan
kultur jaringan, terdapat faktor kegagalan lain dalam teknik ini yaitu
kurangnya kandungan unsur dalam media kultur jaringan.
Unsur-unsur dalam media kultur jaringan harus
mendukung pertumbuhan eksplan, karena eksplan tidak dapat mencari unsur
tersebut seperti saat berada ditanah. Oleh karena itu agar tingkat keberhasilan
tinggi pada pengembangbiakan tanaman secara kultur jaringan unsur-usur pada
media kultur jaringan harus lengkap sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan eksplan
tanaman agar menjadi individu baru.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum tersebut dapat diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Sterilisasi sangat berperan dalam keberhasilan
teknik kultur jaringan.
2. Teknik Aseptik bertujuan untuk mensterilkan semua
peralatan, bahan tanam dan lingkungan kerja kultur jaringan.
3. Terdapat berbagai macam media kultur jaringan
beserta eksplan yang sesuai dengan media tersebut, tetapi pada umumnya semua
jenis media harus mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan eksplan untuk
membentuk tanaman baru.
4. Kontaminasi yang banyak terjadi pada beberapa kasus kegagalan kultur
jaringan disebabkan oleh jamur dan bakteri.
5.2 Saran
Praktikan harus lebih mengutamakan sterilitas
dari alat, bahan tanam (eksplant) dan lingkungan kerja agar tingkat
keberhasilan kultur jaringan lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Avivi, S dan Ikrarwati. 2004. Mikropropagasi
Pisang Abaca (Musa textillis nee)
Melalui Teknik Kultur Jaringan . Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 11(2):
27-34.
Djapfar, Z.R. 1990. Dasar-Dasar
Agronomi. Palembang : WUAE Project.
Desriatin, N.L. 2004. Pengaruh Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh Iaa Dan Kinetin Terhadap
Morfogenesis Pada Kultur In Vitro Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L. var. Prancak-95).
Jurnal Jaringan Tembakau. Vol. 11 (7):15-22.
Iswanto, H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Nurwahyuni, Isnaini
dan Elimasni. 2006. Pertumbuhan
Dan Perkembangan Kultur Jaringan Kemenyan Sumatrana (Styrax Benzoin Dryander). Jurnal Biologi Sumatera. Vol.
1(2):26-33.
Oktafiani,
Aastri, dkk. 2001. Pengaruh Beberapa Media Kultur Jaringan Terhadap Pertumbuhan
Planlet Anggrek Phalaenopsis bellina. Jurnal Akta Agrosia. Vol.
4(6):25-31
Prahandini PE,
Sudaryono RT & Purnomo S. 1993.Komposisi Media dan Eksplan Kutur
Jaringan. Jakarta : Rajawali press
Priadi, Doy, dkk.2008. Pertumbuhan In vitro Tunas Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz) pada Berbagai Bahan Pemadat Alternatif Pengganti Agar.
Jurnal BIODIVERSITAS. Vol. 9(1):9-12.
Salisbury, F.B &
Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
Santoso.
2003. Kultur Jaringan Tanaman.
Malang : UMM Press.
Sitorus, E.N, dkk.2011. Induksi Kalus Binahong (Basella rubra L.) Secara In Vitro Pada Media Murashige &
Skoog Dengan Konsentrasi Sukrosa Yang Berbeda. Jurnal BIOMA. Vol.13
(1):7-12.
Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman secara In Vitro. Yogtakarta : Kanisius.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta : Bumi Aksara.
George. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture Part 1
The Technology. England : Exegetics Press.
LAMPIRAN FOTO MEDIA DAN EKSPLAN KULTUR JARINGAN
KELOMPOK 3
|
|
|||||||||||||
|
||||||||||||||
|
|
No Response to "KULTUR JARINGAN"
Posting Komentar