UNIVERITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN
BUDIDAYA PERTANIAN
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA :
BAYU GUSTI SAPUTRA
NIM :
111510501152
GOLONGAN/KELOMPOK : SELASA SIANG / 5
ANGGOTA : ILHAM
ROSID (101510501135)
RIDWAN YOGA S (101510501169)
FATCHUL A (101510501172)
ADITYA YULIAN (091510501173)
ESTI DWI YULIANI (101510501135)
FARIS AGAZALI (111510501126)
ARI WAHYUDI (111510501131)
ILHAM ROBY (111510501139)
ACARA :
MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN PENGEMASAN UNTUK PRODUK HORTIKULTURA
TANGGAL PRAKTIKUM : 22 OKTOBER 2012
TANGGAL PENYERAHAN : 6 DESEMBER 2012
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah dan sayuran
setelah dipanen masih tetap mengalami proses hidup, dalam arti masih
berlangsungnya proses respirasi. Respirasi
sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat kesegaran, sehingga akan mempengaruhi
atau menyebabkan penurunan kualitas sayuran. Proses respirasi ini ada yang
berjalan lambat seperti bawang, kentang, ubi jalar, ada yang
berjalan sedang seperti kol
atau kubis, tomat, kentang muda, mentimun dan ada yang
berjalan cepat seperti buncis dan ada yang berjalan sangat cepat seperti jagung
manis. Pada praktikum ini akan digunakan sawi,
kangkung dan bayam yang akan modifikasi lingkungan atmosfer
dengan pengemasan.Pada umumnya produk hortikultura seperti buah-buahan dan
sayuran mudah mengalami kerusakan, khususnya setelah penanganan pasca panen.
Hal ini karena adanya proses respirasi maupun transpirasi dari produk tersebut.
Adapun untuk mempertahankan mutu suatu produk, seperti mutu warna, ukuran,
bentuk, kondisi, tekstur, citarasa (flavour)
dan nilai nutrisi, diperlukan suatu cara dalam mempertahankannya. Cara yang
sering dilakukan adalah seperti penyimpanan dingin maupun mengubah komposisi
atmosfer dengan cara pengemasan suatu produk hortikultura guna mempertahankan
mutu produk hortikultura.
Tindakan
pasca panen yang biasanya dilakukan untuk menurunkan laju respirasi suatu
produk hortikultura adalah dengan pengemasan produk menggunakan plastik film.
Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 di sekitar produk
diharapkan dalam pengemasan plastik film ini. Adapun perubahan tersebut
disebabkan oleh proses respirasi produk serta interaksi dengan permeabilitas
plastik terhadap CO2 dan O2. Dengan demikian, laju
respirasi dari produk hortikultura akan menurun, dan masa simpan produk
tersebut dapat dipertahankan. Plastik film yang digunakan untuk penyimpanan
produk hortikultura dapat berupa polietilen. Adapun polietilen terdapat dua
jenis, yaitu HDPE (high density
polyethylene) atau LDPE (low density
polyethylene). Penggunaan polietilen pada praktikum ini adalah polietilen
dengan densitas rendah atau LDPE. Dengan adanya plastik polietilen ini, maka
laju respirasi produk akan menurun karena polietilen mempunyai sifat
permeabilitas terhadap uap air dan air rendah, stabil terhadap panas, memiliki
kerapatan tinggi sebagai pelindung terhadap tekanan luar, serta tidak bereaksi
dengan makanan dan tidak menimbulkan racun.
Penggunaan plastik
polietilen dalam pengemasan produk hortikultura dapat tergantung dari
ketebalan. Artinya, pemilihan ketebalan plastik dalam hal ini mempunyai arti
penting, karena apabila salah dalam memilih ketebalan plastik, produk hortikultura
dapat menyimpang dalam proses metabolismenya yang terjadi akibat plastik
terlalu tebal atau bahkan proses penyimpanan produk hortikultura tersebut tidak
dapat efektif yang terjadi akibat plastik terlalu tipis.
Kualitas suatu sayuran tidak dapat
ditingkatkan atau diperbaiki setelah dipanen, akan tetapi hanya dapat
dipertahankan. Cara untuk dapat mempertahankan kualitas tersebut antara lain
dengan melakukan:
Penanganan pasca panen secara baik, penyimpanan di tempat yang cocok atau ideal dan pengemasan yang
benar.
Berdasarkan
hal tersebut, maka dalam praktikum ini penting dilakukan percobaan terhadap
pengemasan plastik pada produk hortikultura dan pengaruhnya terhadap masa
simpannya.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa memahami adanya interaksi metabolisme
produk dengan karakteristik permeabilitas plastik berpengaruh terhadap mutu
produk hortikultura segar selama penyimpanan.
2. Mahasiswa memahami pentingnya pengemasan dan
suhu penyimpanan sebagai cara untuk memperlambat kemunduran mutu produk.
3. Mahasiswa
mampu mengidentifikasi perubahan – perubahan karakteristik mutu produk segar
akibat pengemasan plastik dan suhu selama penyimpanan.
4. Mampu menulis laporan tertulis secara kritis.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Masalah yang
sering muncul pada produk pertanian dalam bentuk segar adalah kerusakan yang
timbul akibat proses respirasi dan transpirasi yang masih berlangsung setelah
produk pertanian dipanen (Rosalina, 2011). Teknologi yang paling banyak
dikembangkan untuk mempertahankan kesegaran buah adalah controlled atmosfer (CA) dan modified
atmosfer packaging (MAP). Kedua teknologi tersebut menurut Rosalina (2011)
dapat meningkatkan umur simpan produk – produk segar hasil pertanian.
Menurut
Rosalina (2011), dalam pelaksanaannya, teknologi MAP lebih banyak diterapkan
karena tidak membutuhkan gas generator untuk mengontrol atmosfir penyimpanan,
sehingga lebih ekonomis. Penggunaan teknologi MAP ditujukan untuk menjaga
kondisi atmosfir dalam kemasan tetap terjaga, sehingga dapt diharapkan dapat
mengoptimalkan umur simpan buah segar. Teknologi tersebut memerlukan kesesuaian
antara bahan kemasan dan produk yang dikemas. Hal ini karena pada waktu yang
sama terjadi proses penyerapan oksigen (O2) oleh produk yang
digunakan untuk respirasi dan proses pelepasa karbondioksida (CO2)
hasil respirasi bahan kemasan. Oleh karena itu, diperlukan bahan kemasan yang
mempunyai permeabilitas baik untuk mengoptimalkan kesegaran produk kemasan,
salah satunya dengan pemakaian bahan plastik dimana bahan ini empunyai
permeabilitas tertentu, sesuai dengan jenis dan ketebalannya (Rosalina,
2011).
Metode
penyimpanan dingin dapat dikombinasikan dengan pengaturan konsentrasi oksigen
dan karbondioksida. Penyimpanan CAS dan MAS dilakukan dengan cara menurunkan
konsentrasi oksigen dan meningkatkan konsentrasi gas karbondioksida. Perbedaan
CAS dan MAS adalah bila CAS dilakukan dalam suatu ruangan penyimpanan,
sedangkan MAS hanya dalam wadah tertutup, misalnya kantong plastik. Kecepatan
respirasi dan metabolisme sayuran yang disimpan dalam sistem CAS atau MAS akan
menurun bukan hanya akibat pengaruh suhu rendah, tetapi juga karena konsentrasi
oksigen yang rendah dan konsentrasi gas karbondioksida yang tinggi. Namun,
konsentrasi oksigen sebaiknya tidak terlalu rendah karena akan terjadi
fermentasi dan kebusukan (Samad, 2006).
Plastik
PE, baik jenis HDPE (high density
polyethylene) atau LDPE (low density
polyethylene) umumnya digunakan sebagai wadah atau kemasan primer. Artinya,
kemasan yang kontak atau berhubungan langsung dengan produk. Sifat menguntungkan
dari jenis plastik ini adalah sifat permeabilitas terhadap uap air dan air
rendah, stabil terhadap panas, dan memiliki kerapatan tinggi sebagai pelindung
terhadap tekanan luar. Selain itu, PE juga tidak bereaksi dengan makanan dan
tidak menimbulkan racun (Sarwno dan Saragih, )
Brown
et al. dalam Rosalina (2011)
menunjukkan bahwa penggunaan plastik polyethylen
(PE) tertutup rapat memberikan hasil yang signifikan dalam mempertahankan
susut bobot buah rambutan pada suhu rendah dan bertahan hingga hari ke
sembilan. Wills et al. dalam Rosalina
(2011) juga menyatakan film kemasan polyethylen
merupakan bahan pengemas plastik yang baik digunakan pada sistem
penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi, karena mempunyai permeabilitas yang
besar terhadap CO2 dibandingkan dengan O2.
Menurut
Muchtadi dalam Hasbi et al. (2005),
tingkat kematangan mempengaruhi susut bobot buah manggis selama penyimpanan karena perbedaan
komposisi buah – buahan seperti karbohidrat yang terdapat dalam buah pada
proses respirasi akan diromabak menjadi sewawa yang mudah menguap seperti CO2
dan H2O sehingga buah keholangan susut bobotnya. Penurunan
kekerasan pada awal penyimpanan disebabkan karena perombakan protopektin yang
tidak larut diubah menjadi asam pektat dan pektin yang mudah larut air
(Pantastico dalam Hasbi et al., 2005).
Senyawa dinding sel terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin.
Degradasi hemiselulosa dan pektin pada proses pematangan buah mengakibatkan
kekerasan buah menjadi lunak. Selain itu, dinding sel buah – buahan dan sayur –
sayuran berhubungan dengan turgor sel. Dalam proses pematangan tekanan turgor
sel selalu berubah karena komposisi dinding sel berubah. Perubahan tersebut
akan mempengaruhi kekerasan (firmness)
buah yang menyebabkan buah menjadi lunak apabila telah matang (Muchtadi dalam
Hasbi et al., 2005).
Pada
penelitian Hasbi et al. (2005),
peningkatan suhu akan meningkatkan pembentukan pigmen. Suhu penyimpanan yang
semakin tinggi menyebabkan buah manggis yang disimpan lebih cepat mengalami
perubahan warna dari semburat ungu dan coklat menjadi ungu tua atau hitam. Hal
ini disebabkan oleh warna hijau yang melibatkan pemecahan klorofil dan
munculnya pigmen antosianin. Nilai “Lightness” (L) menunjukkan tingkat
kecerahan yang dipengaruhi oleh jenis kemasan, tingkat kematangan, suhu
penyimpanan, serta interaksi ketiga perlakuan. Nilai “Chroma” (C) menunjukkan
intensitas dan kekuatan warna (kusam atau mengkilat), hal ini dipengaruhi oleh
jenis kemasan, tingkat kematangan, suhu penyimpanan, interaksi perlakuan suhu
penyimpanan dan tingkat kematangan, dan interaksi perlakuan jenis kemasan dan
suhu penyimpanan. Penyimpanan suhu rendah akan menghambat penurunan nilai C,
sehingga warna buah tetap mengkilat. Nilai “Hue” (H) menunjukkan warna yang
dominan. Nilai ini dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana penyimpanan suhu
rendah menyebabkan proses fisiologis manggis mengalami penurunan sehingga
perubahan warna dapat dihambat (Hasbi, et
al.,2005).
Kenaikan
gula disebabkan hidrolisis pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa, dan
kecapatan hidrolisis ini lebih besar dibandingkan kecepatan perubahan glukosa
menjadi CO2 dan H2O serta energi sehingga dalam jaringan
buah terjadi penimbunan glukosa selama penyimpanan. Penurunan gula total selama
penyimpanan disebabkan buah manggis mulai melewati masa pematangan. Pada tahap
ini diduga kadar pati sudah sedikit dan aktivitas enzim invertase sudah mulai
menurun sehingga jumlah kadar gula pereduksi yang terbentuk juga menurun
(Winarno et al. dalam Hasbi et al., 2005).
Asam
– asam organik yang terdapat pada buah – buahan merupakan sumber energi buah,
sehingga makin tinggi kadungan asam buah, maka semakin tinggi pula ketahanan
simpan buah tersebut. Asam – asam organik dalam buah – buahan selama respirasi
akan mengalami penguraian. Proses penguraian ini berlangsung dalam kondisi
aerob dan anaerob. Kadar asam organik dalam buah – buhan mula – mula bertambah
dan mencapai maksimum pada waktu pematangan, tetapi kemudian berkurang secara
perlahan – lahan pada waktu pematangan. Asam – asam organik selama penyimpanan
umumnya digunakan sebagai energi untuk melakukan respirasi sehingga semakin
lama penyimpanan, asam total buah akan semakin menurun (Hasbi, et al., 2005).
BAB
3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Teknologi Panen Dan Pasca Panen tentang
Modifikasi Atmosfer Dengan Pengemasan Untuk Produk Hortikultura dilakukan pada
tanggal 22 Oktober 2012 di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.
Ruang pendinginan
3.2.2 Bahan
1. Kangkung
2. Seladri
3. Sawi
4. Pisang
5. Tomat
6. Mentimun
7. Plastik polietilen densitas rendah (LDPE) dengan
ketebalan berbeda yakni 0.02 mm
3.3 Cara Kerja
1. Memilih salah
satu jenis buah dan sayuran daun sebagai bahan percobaan
2. Mengemas bahan dengan jumlah atau berat tertentu
sebagai unit percobaan dengan plastik LDPE dengan ketebalan berbeda
3. Meyakinkan bahwa tidak ada
kebocoran udara pada bagian sambungan kemasan plastik
4. Menempatkan pada suhu dingin dan suhu kamar pada
bahan percobaan yang telah dikemas
5. Melakukan pengulangan sebanyak dua kali
6. Mengamati perubahan mutu bahan percobaan selama periode
penyimpanan
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan
hasil praktikum maka dapat diperoleh data berupa tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel data pengamatan pengemasan
produk hortikultura
Parameter
|
Buah
|
Pengepakan
|
UL
|
Waktu (hari)
|
|||
I
|
II
|
VI
|
IX
|
||||
Kekerasan
|
Sawi
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
3
|
2
|
2
|
2
|
5
|
3
|
2
|
1
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
5
|
2
|
1
|
||
2
|
5
|
5
|
1
|
1
|
|||
Kangkung
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
3
|
2
|
2
|
|
2
|
5
|
3
|
2
|
1
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
3
|
1
|
1
|
||
2
|
5
|
4
|
1
|
1
|
|||
Bayam
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
4
|
3
|
1
|
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
4
|
1
|
1
|
||
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
Warna
|
Sawi
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
3
|
2
|
2
|
2
|
5
|
3
|
2
|
2
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
4
|
2
|
1
|
||
2
|
5
|
4
|
1
|
1
|
|||
Kangkung
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
3
|
2
|
2
|
|
2
|
5
|
3
|
1
|
1
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
3
|
2
|
1
|
||
2
|
5
|
4
|
1
|
1
|
|||
Bayam
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
4
|
3
|
1
|
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
4
|
1
|
1
|
||
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
Pembusukan
|
Sawi
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
5
|
2
|
2
|
2
|
5
|
3
|
2
|
2
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
4
|
2
|
1
|
||
2
|
5
|
2
|
1
|
1
|
|||
Kangkung
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
3
|
2
|
1
|
|
2
|
5
|
3
|
2
|
1
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
3
|
2
|
1
|
||
2
|
5
|
4
|
1
|
1
|
|||
Bayam
|
Pengemasan
|
1
|
5
|
5
|
4
|
1
|
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|||
Tidak dikemas
|
1
|
5
|
5
|
1
|
1
|
||
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4.2 Pembahasan
Pengemasan
produk hortikultura adalah suatu usaha menempatkan produk segar ke dalam suatu
wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit
penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang tetap
tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari kerusakan, benturan
mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan
pemasaran. Pada umumnya penyimpanan pada produk hortikultura menggunakan
pengemasan dalam wadah plastik LDPE seperti pada praktikum kali ini. Berdasarkan hasil pengamatan pengemasan produk
hortikultura pada praktikum ini yaitu sayuran yang sesuai adalah pengemasan
dengan wadah plastik kedap udara. Hal ini karena pada waktu yang sama terjadi
proses penyerapan oksigen (O2) oleh produk yang digunakan untuk
respirasi dan proses pelepasa karbondioksida (CO2) hasil respirasi
bahan kemasan. Oleh karena itu, diperlukan bahan kemasan yang mempunyai
permeabilitas baik untuk mengoptimalkan kesegaran produk kemasan, salah satunya
dengan pemakaian bahan plastik dimana bahan ini empunyai permeabilitas
tertentu, sesuai dengan jenis dan ketebalannya .
Pada
praktikum ini, perlakuan pengemasan produk seluruhnya dapat menghambat
pembusukan pada produk hortikultura. Namun perlakuan pengemasan dengan wadah
plastik justru lebih cepat mengalami pembusukan pada hari pengamatan terakhir.
Hal ini diduga karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang
digunakan dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu golongan pertama
kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah
dengan pengemasan, misalnya perubahan kimia, biokimia, fisik serta mirobiologi.
Sedangkan
golongan kedua, kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya
dapat dikontrol dengan kemasan yang dapat digunakan, misalnya kerusakan
mekanis, perubahan kadar air bahan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen. Namun,
sebagian dari produk hortikultura yang dikemas dengan wadah plastik juga
terhambat dalam pembusukan produk, yaitu pada produk kangkung dan sawi. Hal ini
karena dengan adanya pengemasan plastik ini dapat mencegah proses respirasi
pada produk, dimana proses ini merupakan suatu proses oksidasi dari substrak
dengan menggunakan oksigen dari udara serta melepaskan karbondioksida, air,
serta sejumlah energi. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada
praktikum pengemasan plastik pada produk hortikultura seperti kangkung, sawi,
serta bayam digunakan parameter pengamatan kekerasan, perubahan warna, dan
pembusukan. Pada parameter kekerasan, perlakuan yang dapat mempertahankan
kekerasan produk adalah perlakuan pengemasan plastik, kecuali pada produk
hortikultura bayam, dimana antara perlakuan pengemasan plastik maupun tanpa
pengemasan hasilnya sama. Penurunan kekerasan pada awal
penyimpanan disebabkan karena perombakan protopektin yang tidak larut diubah
menjadi asam pektat dan pektin yang mudah larut air.
Parameter selanjutnya
yang diamati adalah parameter perubahan warna. Adapun sebagian besar produk
seperti kangkung ke-2, sawi, dan bayam terjadi penurunan perubahan warna, baik
pada yang sama dengan perlakuan pengemasan wadah plastik maupun yang tidak
diberi kemasan plastik. Sedangkan pada produk kangkung ke-1 perubahan warna lebih
cepat dialami pada perlakuan tanpa pengemasan plastik. Peningkatan suhu akan meningkatkan
pembentukan pigmen. Suhu penyimpanan yang semakin tinggi menyebabkan buah
manggis yang disimpan lebih cepat mengalami perubahan warna dari semburat ungu
dan coklat menjadi ungu tua atau hitam. Nilai “Lightness” (L) menunjukkan
tingkat kecerahan yang dipengaruhi oleh jenis kemasan, tingkat kematangan, suhu
penyimpanan, serta interaksi ketiga perlakuan. Nilai “Chroma” (C) menunjukkan
intensitas dan kekuatan warna (kusam atau mengkilat), hal ini dipengaruhi oleh
jenis kemasan, tingkat kematangan, suhu penyimpanan, interaksi perlakuan suhu
penyimpanan dan tingkat kematangan, dan interaksi perlakuan jenis kemasan dan
suhu penyimpanan. Nilai “Hue” (H) menunjukkan warna yang dominan. Nilai ini dipengaruhi
oleh suhu penyimpanan.
Pada praktikum kali ini
dengan adanya pengemasan plastik ini kadar asam pada buah hampir sama dengan
yang tidak dikemas dengan plastik, berbeda dengan pengemasan plastik pada timun
mengalami penurunan kadar asam yang tidak terlalu cepat dibandingkan dengan
yang tidak dikemas dengan plastik. Hal ini diduga karena pengemasan plastik
yang dilakukan tidak terlalu optimal. Menurut Winarno dan Jenie (2005), asam–asam
organik dalam buah–buahan selama respirasi akan mengalami penguraian, baik
dalam kondisi aerob maupun anaerob. Kadar asam organik dalam buah-buahan mula-mula
bertambah dan mencapai maksimum dalam waktu pematangan, kemudian berkurang
secara perlahan selama pematangan. Asam-asam organik ini digunakan sebagai
energi untuk melakukan respirasi sehingga semakin lama penyimpanan total buah
akan menurun. Pada pengemasan dengan plastik, kadar gula tidak cepat meningkat
dibandingkan dengan yang tidak dikemas dengan plastik.
Berdasarkan pengamatan
produk yang cepat mengalami pembusukan adalah bayam, meskipun rata-rata pada
hari ke-6 semua produk pertanian telah terlihat hampir busuk. Pembusukan yang
terjadi ini diduga karena masih tersisanya udara ketika dilakukan pengemasan
plastik, pada wadah plastik masih terjadi penggembungan. Dengan adanya udara
yang tersisa dalam wadah tersebut memungkinkan produk masih dapat melakukan
respirasi, dimana terjadi proses penyerapan oksigen (O2) oleh produk
yang digunakan untuk respirasi dan proses pelepasa karbondioksida (CO2)
hasil respirasi bahan kemasan.
Winarno, et al. (2005) menyatakan bahwa kenaikan
gula disebabkan hidrolisis pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa, dan
kecapatan hidrolisis ini lebih besar dibandingkan kecepatan perubahan glukosa
menjadi CO2 dan H2O serta energi sehingga dalam jaringan
buah terjadi penimbunan glukosa selama penyimpanan. Penurunan gula total selama
penyimpanan disebabkan buah manggis seperti pada penelitian Winarno et al (2005) mulai melewati masa
pematangan. Pada tahap ini diduga kadar pati sudah sedikit dan aktivitas enzim
invertase sudah mulai menurun sehingga jumlah kadar gula pereduksi yang
terbentuk juga menurun.
BAB
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan serangkaian praktikum
dan pengamatan maka dapat ditarik beberapkesimpulan, yaitu
- Pengemasan dengan plastik LDPE tidak seluruhnya mampu mengurangi proses metabolisme dari produk hortikultura
- Rata-rata pengemasan plastik masih terdapat sisa udara pada kemasan, sehingga produk masih dapat berespirasi.
5.2
Saran
Berdasarkan
praktikum kali ini, maka saran yang diberikan untuk perbaikan kedepannya, sebaiknya
dalam pengemasan plastik tidak dilakukan dengan menyisakan udara dalam kemasan
(terjadi penggembungan) karena mengakibatkan produk mengalami pembusukan lebih
cepat. Kemudian sebaiknya dalam mengamati parameter dilakukan secara teliti,
supaya data yang didapat adalah akurat, mengingat pengamatan yang dilakukan
adalah secara subjektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasbi,
et al. 2005. Masa Simpan Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) Pada
Berbagai Tingkat Kematangan, Suhu, dan Jenis Kemasan. Teknol.dan Industri Pangan, 17(3):199-205.
Rosalina,
Yessy. 2011. Analisis Konsentrasi Gas Sesaat Dalam Kemasan Melalui Lubang
Berukuran Micro Untuk Mengemas Buah Segar Dengan Sistim Kemasan Atmosfir
Termodifikasi. Agrointek, 5(1):53-58.
Sacharow S, Griffin R. 1970. Food
Packaging. Connecticut, AVI Publishing Co.
Samad,
M. Yusuf. 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu Komoditas
Hortikultura. Sains dan Teknologi
Indonesia, 8(1):31-36.
Sarwono,
B. Dan Yen Pieter Saragih. Membuat Aneka
Tahu. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno
dan Jenie, B. S. L. 1982. Kerusakan Bahan
Bangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Bogor.
No Response to "MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN PENGEMASAN UNTUK PRODUK HORTIKULTURA"
Posting Komentar