TEKNOLOGI
LUMPUR AKTIF UNTUK PEMULIHAN LAHAN PERTANIAN TERCEMAR LIMBAH CAIR Natrium Dodesil
Benzena Sulfanoat
(NaDBS) DI WILAYAH CUKUL PANGALENGAN
Artikel Ilmiah
Di Susun Oleh :
Bayu Gusti Saputra (111510501152)
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2012
TEKNOLOGI
LUMPUR AKTIF UNTUK PEMULIHAN LAHAN PERTANIAN TERCEMAR LIMBAH CAIR Natrium Dodesil
Benzena Sulfanoat
(NaDBS) DI WILAYAH CUKUL PANGALENGAN
Bayu
Gusti Saputra
111510501152
ABSTRAK
Cukul adalah
kawasan perkebunan di daerah Pangalengan yang berada 45 km sebelah selatan Kota
Bandung dan terletak pada ketinggian sekitar 1600 meter di atas permukaan laut.
Pristiwa kasus pencemaran tanah di wilayah Cukul terjadi akibat pembuangan air
sisa pencucian botol kemasan yang mengandung detergen oleh industri. Salah satu senyawa utama yang dipakai dalam deterjen adalah senyawa dalam
bentuk Natrium Dodesil Benzena Sulfonat (NaDBS). Senyawa tersebut sangat
berdampak buruk bagi pertanian di wilayah Cukul, karena senyawa NaDBS tidak
bisa diuraikan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan unsur NaDBS terus berada
dan meracuni tanaman di wilayah pertanian Cukul-Pangalengan. Oleh karena itu
perlu adanya teknologi pengelolaan lahan pertanian yang tercemar limbah. Lumpur
Aktif merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mengembalikan keadaan
tanah yang semula tercemar. Teknik ini menggunakan mikroorganisme yang akan
mendekomposisikan senyawa-senyawa racun menjadi senyawa yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman. Kandungan DBS dianalisis dengan metilen biru, selanjutnya
dihitung tingkat efektifitas lumpur aktif dalam menurunkan kandungan DBS dalam
limbah deterjen. Dilihat dari nilai efektifitas penurunan DBS di akhir
pengolahan (15 hari) untuk kontrol dan lumpur aktif masing-masing terjadi
penurunan 8,18% dan 99,25 %. Hasil tersebut dijadikan dasar penerapan teknologi
Lumpur Aktif untuk memulihkan lahan pertanian tercemar di Daerah Cukul
Pangalengan.
Kata Kunci : Limbah, Pencemaran, Pertanian.
PENDAHULUAN
Letak perkebunan Cukul yang berada di
ketinggian 1600m diatas permukaan laut dan menurut data rata-rata curah hujan
di wilayah tersebut rentang waktu tahun 2002 adalah 237,3 mm dengan jumlah
bulan basah (BB) adalah 6 bulan. Kondisi tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan
tanaman teh, oleh karena itu perkebunan teh di wilayah Cukul sangat strategis
untuk industri minuman berbahan baku teh seperti yang dilakukan oleh PT SINAR
SOSRO. Kegiatan industri perkebunan teh di wilayah Cukul memang dapat menaikkan
tingkat ekonomi masyarakat sekitar, namun dengan adanya industri ini muncul
berbagai permasalahan yang harus dihadapi industri dan masyarakat pula, yaitu
pencemaran akibat limbah.
Pencemaran tersebut terjadi pada
beberapa lahan pertanian di sekitar wilayah industri. Lahan pertanian
masyarakat Cukul Pangalengan berada dibawah lahan perkebunan dan industri.
Perkebunan hanya terdapat di dataran tinggi wilayah Cukul, sedangkan lahan
pertanian dengan area persebaran lebih luas yaitu berada di lereng, lembah dan
dataran rendah wilayah Cukul-Pangalengan. Limbah yang dikeluarkan oleh industri
teh tersebut adalah limbah cair. Limbah cair dalam
proses pecemarannya lebih cepat dibanding limbah padat.
Limbah cair tersebut juga sangat berpengaruh buruk terhadap kehidupan
masyarakat, selain mencemari wilayah pertanian limbah ini juga mulai mencemari
air dikawasan pemukiman penduduk. Menurut Harmayani dan Konsukartha (2007) Dewasa
ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat.
Karena untuk mendapatkan air yang bersih, sesuai dengan standar tertentu, saat
ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh
bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan
rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Banyak negara berkembang yang cenderung menggunakan
teknologi dalam industrinya guna memajukan ekonomi dari negara tersebut. Hal
ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun
dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai
produk yang dibutuhkan oleh manusia (Hastuti,2011). Berdasarkan hal di atas
pengembangan industri harus dibarengi upaya pengelolaan lingkungan dalam bentuk
penanganan limbah yang dilepaskan. Hal tersebut disertai dengan kegiatan
penilaian terhadap resiko lingkungan akibat kegiatan maupun hasil buangan
industri untuk mendapatkan tingkat resiko dan bahaya dari kegiatan industri
tersebut (Damayanti et al.,2004).
Bahan polutan yang banyak dibuang manusia ke
lingkungan terdiri dari bahan pelarut (kloroform, karbontetraklorida),
pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor, antrazin, 2,4-D), fungisida
(pentaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic
aromatic hydrocarbon [PAH], benzena,toluena, xilena), polychlorinated
biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi
bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera dalam lampiran
Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun (Munir,2006).
Salah satu senyawa
utama yang dipakai dalam deterjen adalah senyawa dodesil benzena sulfonat dalam
bentuk natrium dodesil benzena sulfonat (NaDBS). Senyawa ini mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan buih. Senyawa utama yang lainnya adalah natrium
tripolifosfat (STTP) yang mempunyai kemampuan sebagai pembersih kotoran. Kedua
senyawa ini sulit terurai secara alamiah dalam air, sehingga kedua senyawa ini
dapat mencemari lingkungan perairan (Suastuti,2010).
Deterjen adalah bahan pencuci yang
sering digunakan baik dalam indusri maupun rumah tangga. Umumnya perkembangan
industri deterjen sangat cepat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Perkembangan industri ini disatu pihak memepunyai dampak positif yaitu, berupa
penambahan penghasilan serta penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,
tetapi dilain pihak juga membawa dampak negative yang ditimbulkan oleh air
buangan dari air limbah deterjen tersebut (Adhiastuti dan Bisono,2008).
Pencemaran ini banyak
diakibatkan oleh sampah, baik yang organik maupun nonorganik. Sampah organik
dapat di uraikan oleh mikroba tanah menjadi lapisan atas tanah yang di sebut
tanah humus. Akan tetapi, sampah anorganik atau nonorganik tidak bisa
diuraikan. Bahan pencemar itu tetap utuh hingga 300 tahun yang akan datang.
Zat-zat limbah yang meresap ke tanah juga tidak dapat hilang dalam jangka waktu
yang lama. Zat-zat limbah yang masuk ke tanah di serap oleh tanaman dan tetap
menetap di dalam tubuh tumbuhan itu, karena tumbuhan tidak dapat menguraikannya
(Bahtiar,2007).
Menurut Chusnie George (2011) Polusi
tanah merusak
lapisan tipis
tanah yang subur dan
penting untuk pertumbuhan
tanaman.
Penggunaan yang berlebihan
dan manajemen
lahan yang buruk
membawa
degradasi
tanah,
kerusakan
dan pembentukan
gurun. Oleh karena itu dibutuhkan
kesadaran manusia agar memperhatikan lingkungan sekitar mereka. Jika telah
terjadi kerusakan atau pencemaran pada tanah, maka harus segera dicari solusi
atas permasalahan ini.
Lumpur aktif dapat
mengandung berbagai ragam mikroorgansisme heterotrofik seperti bakteri,
protozoa dan beberapa organisme yang lebih tinggi. Mikroorganisme tersebut
dapat menguraikan senyawa racun yang telah mencemari tanah. Efektifitas lumpur aktif dalam menurunkan kandungan senyawa
dodesil benzene sufonat (DBS) yang terdapat dalam limbah deterjen telah
dibuktikan melalui beberapa penelitian. Namun untuk memperoleh hasil yang maksima maka harus mempertimbangkan
sifat mikroorganisme agar mikroorgansime dapat berkembang dengan baik sesuai
dengan lingkungannya (Suastuti,2010).
Berdasarkan
latar belakang pencemaran tanah tersebut muncul beberapa masalah diantarnya, jenis
limbah apakah yang dapat terakumulasi dan berdampak buruk bagi lahan pertanian
dan aspek kehidupan lain ? Bagaimana dampak residu limbah cair bagi lahan
pertanian dan dan aspek kehidupan lain ? Bagaimana upaya dan tekhnik
pengembalian kondisi lahan pertanian yang telah tercemar ? Masalah tersebut
harus segera ditemukan solusinya dan sekaligus merupakan tujuan disusunnya
artikel ini. Tujuan tersebut diantaranya, mengetahui jenis limbah industri yang
berdampak buruk terhadap lahan pertanian dan aspek kehidupan lain. Kemudian
mengetahui teknologi pengelolaan tanah yang telah tercemar
limbah industri untuk kesejahteraan masyarakat di perkebunan teh gunung Cukul Pangalengan.
PEMBAHASAN
Limbah dari industri ini
yang paling berbahaya adalah limbah cair. Limbah cair bersumber dari mesin-mesin
pencuci botol bekas kemasan yang mengandung detergen. Salah satu senyawa utama yang dipakai dalam deterjen
adalah senyawa dodesil benzena sulfonat dalam bentuk natrium dodesil benzena
sulfonat (NaDBS). Senyawa utama yang lainnya adalah natrium tripolifosfat
(STTP) yang mempunyai kemampuan sebagai pembersih kotoran. Kedua senyawa ini
sulit terurai secara alamiah dalam air, sehingga kedua senyawa ini dapat
mencemari lingkungan khusunya area pertanian. Di samping itu ada pula bahan baku
atau limbah buangan dari proses pencucian botol dengan sistem Biological Oxygen
Demand (BOD) tinggi akan mengandung polutan seperti detergen.
Apabila efluen dalam bentuk detergen dibuang
langsung ke tanah akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan
dapat menyebabkan kerusakan tanah. Semua pabrik, perusahaan ataupun
industri wajar mengeluarkan limbah dari proses mereka, karena dalam setiap
perubahan materi menjadi bentuk lain tidak pernah terjadi perubahan yang
efisien pasti selalu ada sisa yang disebut limbah. Semua limbah pasti akan
dikembalikan ke lingkungan, namun jika jumlahnya sedemikian banyak maka
menyebabkan pencemaran lingkungan yang berarti mengganggu kelestarian
lingkungan. Berikut adalah tabel beberapa pencemaran yang terjadi diwilayah
Cukul Pangalengan Jawa Barat.
Tabel
1. Pencemaran yang terjadi diwilayah Pangalengan-Jawa Barat
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa limbah cair telah
benar-benar mencemari wilayah pertanian. Namun tidak hanya limbah cair yang
mencemari lahan pertanian diwilayah tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa
komposisi utama industri minuman seperti PT Sosro adalah air. Maka perusahaan
ini melakukan penyedotan air tanah secara besar-besaran untuk memenuhi bahan
baku mereka. Pengambilan air tanah secara berlebihan dan tidak terkendali
mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang menyebabkan turunnya kualitas air
tanah. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pertanian di wilayah
tersebut. Sawah didaerah Cukul menggunakan sistem irigasi dengan memanfaatkan
melimpahnya air yang mengalir dari dataran tinggi. Tetapi setiap tahun debit
air yang mencapai wilayah pertanian terus berkurang, hal tersebut disebabkan
pengambilan air tanah besar-besaran oleh industri PT SINAR SOSRO sebagai bahan
utama produk mereka. Eksploitasi air
tanah oleh PT SOSRO dalam jumlah yang tidak terkendali akan memberikan pengaruh
secara langsung terhadap masyarakat sekitar yang menggunakan air tanah untuk
keperluan sehari-hari mereka.
Berikut adalah skema perusahaan PT SINAR SOSRO.
Limbah Cair
|
Pengambilan air tanah
|
Area Pemukiman dan pertanian
|
Gambar 1. Skema wilayah industri
dan pemukiman dan lahan pertanian.
Dampak buruk terjadinya pencemaran dan eksploitasi air
tanah adalah menurunkan tingkat produksi pertanian khususnya padi diwilayah
Cukul-Pangalengan. Sawah didaerah ini memiliki komoditi utama yaitu, padi.
Namun saat pencemaran lahan pertanian mulai melanda wilayah ini, setiap
tahunnya produksi padi cenderung menurun. Berikut adalah tabel perbandingan
produksi padi antara tahun 2008 hingga tahun 2010.
Tabel 2. Tabel produksi padi antara tahun 2008
hingga 2010
Sumber
: Badan Besar Penelitian Tanaman Padi (BPP Padi).
Pencemaran tanah yang terjadi
di wilayah Cukul meliputi perubahan fisik maupun kimiawi lahan pertanian yang
dapat mengakibatkan menurunnya daya guna atau berkurangnya kemampuan daya
dukung tanah, bila digunakan tanpa pengolahan lebih dahulu. Lahan pertanian menjadi tidak subur, banyak
senyawa racun yang tinggal didalam tanah dan hilangnya mikroba pengurai. Dampak
pencemaran oleh bahan pencemar seperti senyawa karbonat maka tanah tersebut
akan menjadi asam, polutan deterjen Dodesil Benzena Sulfonat dalam bentuk Natrium Dodesil Benzena Sulfonat
(NaDBS), H2S yang bersama CO membentuk senyawa beracun didalam lahan sawah
sehingga cacing penggembur tanah mati. Dampak pencemaran tanah ini dapat
berakibat buruk terhadap lahan pertanian oleh karena itu diperlukan solusi atas
masalah ini.
Berdasarkan beberapa penelitian senyawa
berbahaya NaDBS dapat dinetralisir dari tanah yang tercemar menggunakan
teknologi Lumpur Aktif. Teknologi ini menggunakan mikrobia tanah dan
senyawa kimia untuk menurunkan kadar NaDBS. Salah satu penelitian tersebut berhasil
menurunkan kandungan senyawa NaDBS dalam tanah yang tercemar. Berikut adalah
tabel hasil penelitian yang menyatakan kandungan NaDBS dapat diturunkan dengan
pengolahan lumpur aktif.
Sumber
: Suastuti,2010
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa
kadar senyawa pencemar DBS dapat diturunkan dengan pengolahan lumpur aktif
dalam waktu 15 hari. Kolom kontrol merupakan pembanding, dimana kontrol
merupakan tanah yang tercemar DBS. Sedangkan kolom Lumpur Aktif merupakan
perlakuan tanah tercemar yang dipulihkan dari keadaanya dengan menggunakan
mikrobia. Berikut adalah grafik penurunan kadar DBS dengan teknik lumpur aktif.
Sumber
: Suastuti,2010
Dalam waktu 15 hari kandungan DBS yang mencemari
tanah dapat diturunkan dari 50,888 ppm menjadi 0,381 ppm. Penggunaan metode lumpur aktif merupakan salah satu
metode yang efektif dalam pengolahan limbah. Mikroorganisme dalam kondisi
aerobik dapat mengkonversi bahan organik menjadi biomasa. Kemampuan bakteri
dalam menyerap atau menurunkan kandungan logam berat dari lingkungan, baik dari
tanah maupun dari perairan juga telah banyak dipelajari. Beberapa bakteri
seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter
sp., Streptomyces viridans, dan lain-lain menghasilkan senyawa
biosurfaktan/bioemulsi yang dapat menyerap berbagai jenis logam berat seperti Na,
Cd, Cr, Pb, Cu, dan Zn dari tanah yang terkontaminasi. Desulfovibrio
desulfuricans dapat mengendapkan uranium melalui proses reduksi. Senyawa
Nitrogen organik akan dikonversi mikroorganisme menjadi ammonium atau nitrat.
Sedangkan senyawa organik fosfat dapat dikonversi menjadi ortofosfat. Dalam
pengolahan limbah dengan aerasi biasanya proses degradasi terjadi pada akhir
fase log dari mikroorganisme.
Teknologi Lumpur Aktif telah terbukti dapat
menurunkan kandungan DBS dalam tanah yang tercemar, dalam waktu 15 hari pada
sampel tanah 2 liter kadar DBS dapat diturunkan hingga 99,25%. Data tersebut merupakan dasar teknologi yang
akan digunakan untuk memulihkan keadaan tanah-tanah pertanian tercemar di
daerah Cukul Pangalengan. Penanganan tanah tercemar harus segera dilakukan
karena dikhawatirkan pencemaran akibat limbah cair akan meluas hingga seluruh
wilayah pertanian di daerah Cukul Pangalengan.
PENUTUP
Sawah-sawah di wilayah Pangalengan umumnya tercemar
oleh limbah detergen Natrium Dodesil Benzena
Sulfonat
(NaDBS) buangan industri, limbah ini akan membuat tanaman tidak dapat
berproduksi maksimal bahkan banyak tanaman mati apabila langsung menyerap zat
NaDBS. Oleh karena itu perlu dicari penanganan yang tepat dalam mengatasi
masalah ini. Teknologi Lumpur Aktif terbukti dapat menurunkan kadar NaDBS dalam
tanah yang tercemar limbah detergen. Jadi teknologi ini dapat diterapkan untuk
memulihkan keadaan tanah di wilayah Cukul Pangalengan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adhitiastuti, H Dan Bisono Puji. 2008. Pengolahan
Limbah Deterjen Sintetik Dengan Trickling Filter. Makalah Penelitian. Semarang : Universitas Diponegoro.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBP Padi)
Wilayah Pangalengan Jawa Barat.2010.http:// diperta.jabarprov.go.id/
. Diakses pada 1 Juni 2012.
Bahtiar,Ayi.
2007. Polusi Air Tanah Akibat Limbah
Industri Dan Rumah Tangga Serta Pemecahannya. Makalah Mahasiswa. Bandung : Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran.
Chusnie,
George C. 2011. Pollution
Prevention and Control Technologies for Plating Operations. New York : CAI
Resource Inc Publishers.
Damayanti, Alia., Hermana, Joni., Masduqi, Ali. 2004.
Analisis Resiko Lingkungan Dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu Dengan Kayu Apu (Pistia
Stratiotes L.). Jurnal Purifikasi. Vol.5(4): 151-156.
Harmayani, Kadek, D dan Konsukartha. 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat
Pembuangan Limbah Domestik Di Lingkungan Kumuh. Jurnal Permukiman Natah. Vol 5. (2):62-108.
Hastuti, Eka. P.
2011. Peran Masyarakat Dalam Menyikapi
Kerusakan Lingkungan Akibat Limbah Industri. Makalah Mahasiswa. Riau: Fakultas Matematika Universitas Riau.
Munir, Erman.
2006. Pemanfaatan Mikrobia Dalam
Bioremediasi Suatu Teknologi Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan.
Pidato Pengukuhan. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Suastuti, Dwi A. 2010. Efektivitas Penurunan Kadar Dodesil Benzen
Sulfonat (Dbs) Dari Limbah Deterjen Yang Diolah Dengan Lumpur Aktif . Jurnal Kimia. Vol.4(1):49-53.
No Response to "MAKALAH TEKNOLOGI PEMULIHAN LIMBAH LAHAN PERTANIAN TERCEMAR PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER"
Posting Komentar