PENCEMARAN
WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT
(MARINE
DUMPING)
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Lingkungan
Dosen
Pengampu :
Dr.Ir.T.Sutikto,M.Sc
Disusun
Oleh :
Bayu Gusti Saputra (111510501152)
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2012
PENCEMARAN WILAYAH LAUT DI INDONESIA
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang
memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi
sumber daya pesisir dan lautan yang sangat besar. Luas wilayah perairan
Indonesia sebesar 5,8 juta km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2 Perairan
Nusantara dan 2,7 km2 Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 70
persen dari luas total Indonesia. Besarnya potensi sumber daya ikan laut di
seluruh perairan Indonesia (tidak termasuk ikan hias) diduga sebesar 6,26 juta
ton per tahun, tercermin dengan besarnya keanekaragaman hayati, selain itu
Indonesia memiliki potensi budidaya perikanan pantai di laut serta pariwisata
bahari yang terkenal di dunia.
Namun, akhir-akhir ini muncul berbagai kasus yang menyebabkan
dampak buruk terhadap lingkungan perairan Indonesia, khususnya pencemaran
wilayah laut dan peisisir pantai. Hal tersebut menyebabkan berbagai kerugian
seperti kerusakan alam, kerusakan keanekaragaman hayati dan menurunnya tingkat
ekonomi. Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik
pembuangan sampah atau limbah yang disengaja, tertiup angin, terhanyut maupun
melalui tumpahan. Salah satu penyebab pencemaran laut adalah kapal yang dapat
mencemari sungai dan samudera dalam banyak cara. Misalnya melalui tumpahan
minyak, air penyaring dan residu bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari
pelabuhan, sungai dan lautan. Bahan pencemar laut lainnya yang juga memberikan
dampak yang negatif ke perairan adalah limbah plastik yang bahkan telah menjadi
masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan terendap di lautan. Sampah
plastik terakumulasi di laut sebagai sampah padat yang mengganggu eksositem
laut. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus
juta metrik ton. Kondisi ini sangat berpengaruh buruk, dan sangat sulit terurai
oleh bakteri. Sumber sampah plastik di laut juga berasal dari Jaring ikan yang
sengaja dibuang atau tertinggal di dasar laut.
Limbah kimia yang bersifat toxic (racun) yang masuk
ke perairan laut akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya. Kelompok limbah
kimia ini terbagi dua, pertama kelompok racun yang sifatnya cenderung masuk
terus menerus seperti pestisida, furan, dioksin dan fenol. Terdapat pula logam
berat, suatu unsur kimia metalik yang memiliki kepadatan yang relatif tinggi
dan bersifat racun atau beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat
yang sering mencemari adalah air raksa, timah, nikel, arsenik dan
kadmium.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut,
mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jaring makanan,
pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya
bagi hewan laut, dan seluruh penyusun rantai makanan termasuk
manusia. Racun semacam itu dapat terakumulasi dalam jaringan berbagai
jenis organisme laut yang dikenal dengan istilah bioakumulasi. Racun ini juga
diketahui terakumulasi dalam dasar perairan yang berlumpur. Bahan-bahan
ini dapat menyebabkan mutasi keturunan dari organisme yang tercemar serta
penyakit dan kematian secara massal seperti yang terjadi pada kasus yang
terjadi di Teluk Minamata.
Selanjutnya Slamet Daryoni menjelaskan bahwa di sisi lain,
tingkat pencemaran di beberapa kota termasuk di Jakarta sudah sangat
memprihatinkan, sebagai contoh, adalah karena ada kaitan dengan kebijakan yang
tidak berpihak kepada lingkungan. Di perairan Teluk Jakarta saja, kondisi cemar
beratnya sudah mencapai 62 pesen. Padahal ini terjadi di Jakarta, pusat
pemerintahan, pusat kebijakan. Terlebih lagi ketika pemerintah membuat
kebijakan mengenai hal ini di tahun 2007. Mengenai sungai, wilayah DKI Jakarta memiliki
tiga sungai besar yang pencemarannya dalam konteks tercemar berat yakni
mencapai 94 persen. Pencemaran laut tersebut telah mengakibatkan degradasi
lingkungan dan kehidupan bawah laut.
Apalagi mengingat Indonesia sebagai negara maritim terbesar
di dunia dengan luas perairan mencapai 93 ribu km2, 17.508 pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Namun kekayaan
alam dan keanekaragaman hayati laut tersebut terancam oleh pencemaran laut yang
terus meningkat di Indonesia. Selain berakibat pada degradasi lingkungan,
pencemaran laut juga memberi akibat penurunan perekonomian nelayan. Dampak dari
pencemaran laut dan limbah telah mengakibatkan penurunan hasil tangkapan
nelayan di sejumlah kawasan di Indonesia.
Sektor pariwisata pesisir dan laut Indonesia juga menerima
dampak dari pencemaran laut ini. Sayangnya banyak diantara kita yang masih
tidak peduli dengan pencemaran yang mengancam salah satu harta kita, laut
Indonesia. Ketika PBB (1992) menetapkan 8 Juni sebagai Hari Kelautan, banyak
negara melakukan peringatan masing-masing. Namun anehnya, di Indonesia dengan rekor wilayah lautan sangat luas, pemerintah
tidak tanggap bahkan tidak peduli terhadap pencemaran laut . Dan jika
pencemaran laut terus berlangsung dan dibiarkan bukan tidak mungkin laut
Indonesia yang kaya dan indah hanya tinggal kenangan.
Berikut adalah gambar pencemaran yang terjadi diwilayah laut
dan pesisir pantai.
No Response to "ETIKA LINGKUNGAN PENCEMARAN WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT (MARINE DUMPING) "
Posting Komentar