KONTRIBUSI BIODIVERSITAS TANAH
PENGENDALIAN PESTISIDA
Disusun Oleh :
Bayu Gusti Saputra 111510501152
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa dekade terakhir ini laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia
termasuk Indonesia sangat cepat. Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat
Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun mendatang terus
meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025
dan 240 juta pada tahun 2080 (BPS, 2009). Laju pertumbuhan jumlah penduduk yang
cepat ini harus diiringi oleh pemenuhan kebutuhan pangan yang mencukupi. Dalam
rangka mencukupi kebutuhan pangan tersebut pemerintah Indonesia telah melakukan
berbagai program peningkatan produksi komoditas pangan. Satu diantaranya yang
paling utama adalah peningkatan produksi padi melalui program ekstensifikasi
dan intensifikasi.
Peningkatan
sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar dapat dicapai
hasil yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan nasional dalam
bidang pangan sandang dan meningkatkan perekonomian nasional dengan mengekspor
hasilnya ke luar negeri. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan hasil di
bidang pertanian tersebut adalah alat-alat pertanian, pupuk, bahan-bahan kimia
yang termasuk di dalamnya adalah pestisida. Penggunaan bahan-bahan
kimia pertanian seperti pestisida tersebut dapat membahayakan kehidupan manusia
dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan
perairan. Untuk meningkatkan produksi pertanian disamping juga menjaga
keseimbangan lingkungan agar tidak terjadi pencemaran akibat penggunaan
pestisida perlu diketahui peranan dan pengaruh serta penggunaan yang aman dari
pestisida dan adanya alternatif lain yang dapat menggantikan peranan pestisida
pada lingkungan pertanian dalam mengendalikan hama, penyakit dan gulma. Penggunaan
pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema. Di satu sisi sangat
dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari
mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba
maupun lingkungan. Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan
peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaannya haruslah diperuntukkan
membasmi organisme pengganggu tanaman secara selektif dan seminimal mungkin
merugikan organisme dan target.
Pestisida merupakan salah satu sumber pencemar dalam
bidang pertanian. Apabila sangat dibutuhkan, maka aplikasinya harus memenuhi
prinsip-prinsip tepat sasaran, tepat dosis, tepat cara aplikasi, tepat waktu
dan tepat alat perlu diterapkan untuk meminimalisir kerusakan lingkungan
terutama lahan. Berdasarkan daerah endemik OPT, kandungan residu pestisida
dilahan padi sawah bagian Jawa Barat lebih tinggi daripada di wilayah Jawa
Tengah dan Timur. Frekuensi aplikasi pestisida dibagian Jawa Barat dua sampai
tiga kali lebih banyak daripada Jawa Tengah dan Timur (Fandeli,1992). Selain informasi tersebut, Issuasta
(1998) juga menjelaskan tentang beberapa dampak buruk pemakaian pestisida
terhadap ketahanan kualitas tanah.
Tanah disekitar
tanaman yang dirawat dengan pemakaian
pestisida tentunya akan terkena pencemaran pestisida (Issuata,1998). Tanah
merupakan tempat kehidupan mikroorganisme yang secara makro menguntungkan bagi
mahkluk hidup lainnya, termasuk manusia. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah
dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Namun seiring berjalannya waktu,
kesuburan yang dimiliki oleh tanah banyak yang digunakan tidak sesuai aturan yang
berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang dari pengolahan tanah
tersebut. Akibat secara biologi,
pencemaran pestisida akan menjadikan makhluk-makhluk
kecil banyak yang ikut terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi rusak
karenanya. Bukan tidak mungkin tragedi kegersangan dan kekeringan terjadi, dan akibat yang paling
parah, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pestisida dari tahun ke
tahun menurun. Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan
modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang
dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju
Satu hal vital
yang tidak luput dari proses pengaplikasian pengetahuan memberikan dampak besar
terhadap kegiatan pertanian tanah air yang notabene merupakan sumber
pencaharian terbesar sebagian masyarakat negara agraris ini. Untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien mungkin dalam kegiatan
pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida selama
aktifitas pertanian tersebut berlangsung.
1.2 Rumusan Masalah
- Jenis pestisida apakah yang dapat terakumulasi dan berdampak buruk
bagi tanah dan aspek kehidupan lain ?
- Bagaimana akumulasi residu pestisida di tanah yang terbukti berdampak
buruk bagi tanah dan dan aspek kehidupan lain ?
- Bagaimana upaya pencegahan terhadap pemakaian pestisida jika
dihadapkan dengan kualitas lahan dan peningkatan produksi tanaman ?
1.3 Tujuan
- Mengetahui dampak buruk penggunaan pestisida terhadap tanah dan aspek
kehidupan lain serta upaya pencegahan terhadap pemakaian pestisida.
BAB 2. PEMBAHASAN
Penerapan teknologi dalam
memajukan industri pertanian mutlak dibutuhkan untuk mencapai cita-cita
ketahanan pangan. Salah satu di antara pemanfaatan teknologi adalah penggunaan
pestisida yang diformulasi dari bahan-bahan kimia yang sangat ampuh dalam
memberantas makhluk hidup pengganggu tanaman. Dengan teknologi ini, kehilangan
hasil panen dapat diminimalisasi bahkan dapat ditiadakan. Akan tetapi aspek
pemanfaatan pestisida juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan yang tak
kalah dahsyatnya dengan manfaat positif yang diperoleh. Keadaan penurunan
kualitas lingkungan berupa pencemaran udara, air, dan tanah adalah konsekuensi
dari penggunaan pestisida ini. Pencemaran berkaitan dengan penurunan populasi
hewan dan atau mungkin menimbulkan akibat buruk bagi manusia di sekitar.
Pestisida adalah
bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk mengendalikan
hama dan jasad pengganggu lainnya. Pestisida tidak saja membawa dampak yang
positif terhadap peningkatan produk pertanian, tapi juga membawa dampak negatif
terhadap lingkungan di sekitarnya. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida
sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad
pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad
bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisme berguna lainnya. Tujuan
penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama. Akan tetapi
dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering meningkatkan populasi jasad
pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal
ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak
penggunaan pestisida. Ada beberapa penjelasan ilmiah yang dapat dikemukakan
mengapa pestisida menjadi tidak efektif, dan malahan sebaliknya bisa
meningkatkan perkembangan populasi jasad pengganggu tanaman.
Berikut ini diuraikan tiga dampak
buruk penggunaan pestisida, khususnya yang mempengaruhi peningkatan
perkembangan populasi hama.
1. Munculnya Ketahanan
(Resistensi) Hama Terhadap Pestisida
Timbulnya
ketahanan hama terhadap pemberian pestisida yang terus menerus, merupakan
fenomena dan konsekuensi ekologis yang umum dan logis. Munculnya resistensi
adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees). Karena hama
terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses seleksi
alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan
terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua tahun
setelah penggunaan pestisida DDT, diketahui muncul strain serangga
yang resisten terhadap DDT. Saat ini, telah didata lebih dari 500 spesies
serangga hama telah resisten terhadap berbagai jenis kelompok insektisida.
Apabila suatu
populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan
lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar
individu populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak
individu, ada satu atau beberapa individu yang mampu bertahan hidup.
Tidak terbunuhnya individu yang bertahan tersebut, mungkin
disebabkan terhindar dari efek racun pestisida, atau sebahagian
karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara genetik ini, mungkin
disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang mampu
menetralkan daya racun pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan
menghasilkan populasi yang juga tahan secara genetis. Oleh karena itu,
pada generasi berikutnya anggota populasi akan terdiri dari lebih banyak
individu yang tahan terhadap pestisida. Sehingga muncul populasi hama yang
benar-benar resisten.
Dari penelaahan
sifat-sifat hama, hampir setiap individu memiliki potensi untuk menjadi tahan
terhadap pestisida. Hanya saja, waktu dan besarnya ketahanan tersebut
bervariasi, dipengaruhi oleh jenis hama, jenis pestisida yang diberikan,
intensitas pemberian pestisida dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Oleh
karena sifat resistensi dikendalikan oleh faktor genetis, maka fenomena
resistensi adalah permanent, dan tidak dapat kembali lagi. Bila sesuatu jenis
serangga telah menunjukkan sifat ketahanan dalam waktu yang cukup lama,
serangga tersebut tidak akan pernah berubah kembali lagi menjadi serangga yang
peka terhadap pestisida.
Ketahanan
terhadap pestisida tidak hanya berkembang pada serangga atau binatang
arthropoda lainnya, tetapi juga saat ini telah banyak kasus timbulnya ketahanan
pada pathogen/penyakit tanaman terhadap fungisida, ketahanan gulma terhadap
herbisida dan ketahanan nematode terhadap nematisida.
- Resurgensi Hama
Peristiwa
resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida,
populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru meningkat
lebih tinggi dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurgensi sangat mengurangi
efektivitas dan efesiensi pengendalian dengan pestisida. Resurjensi hama
terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga membunuh
musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap penyemprotan
pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa untuk
sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah
cukup. Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami beremigrasi untuk
mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada pada kondisi yang
lebih baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam jumlah cukup dan
pengendali alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi tidak
berfungsi. Akibatnya populasi hama meningkat tajam segera setelah
penyemprotan.
Resurgensi
hama, selain disebabkan karena terbunuhnya musuh alami, ternyata dari
penelitian lima tahun terakhir dibuktikan bahwa ada jenis-jenis
pestisida tertentu yang memacu peningkatan telur serangga hama . Hasil ini
telah dibuktikan International Rice Research Institute terhadap hama Wereng
Coklat (Nilaparvata lugens).
3. Ledakan Populasi
Hama Sekunder
Dalam ekosistem
pertanian, diketahui terdapat beberapa hama utama dan banyak hama-hama
kedua atau hama sekunder. Umumnya tujuan penggunaan pestisida adalah untuk
mengendalikan hama utama yang paling merusak. Peristiwa ledakan hama sekunder
terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan penurunan populasi
hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi pada spesies yang
sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang merusak. Ledakan ini
seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat penggunaan pestisida
yang berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya membunuh hama utama yang
menjadi sasaran, tetapi juga membunuh serangga berguna, yang dalam keadaan
normal secara alamiah efektif mengendalikan populasi hama sekunder.
Peristiwa
terjadinya ledakan populasi hama sekunder di Indonesia, dilaporkan pernah
terjadi ledakan hama ganjur di hamparan persawahan Jalur Pantura Jawa Barat,
setelah daerah tersebut disemprot intensif pestisida Dimecron dari udara
untuk memberantas hama utama penggerek padi kuning Scirpophaga incertulas.
Penelitian dirumah kaca membuktikan, dengan menyemprotkan Dimecron pada
tanaman padi muda, hama ganjur dapat berkembang dengan baik, karena
parasitoidnya terbunuh. Munculnya hama wereng coklat Nilaparvata lugens
setelah tahun 1973 mengganti kedudukan hama penggerek batang padi sebagai hama
utama di Indonesia, mungkin disebabkan penggunaan pestisida golongan khlor
secara intensif untuk mengendalikan hama sundep dan weluk.
Gambar 1. Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan
oleh para petani
Jenis pestisida yang paling sering digunakan oleh petani
di lahan padi sawah berturut-turut adalah golongan karbamat 45%, piretroid 36%,
organofosfat 6% dan applaud 5% (Supriatna, 2000). Pestisida golongan karbamat diketahui sangat
efektif mematikan banyak jenis hama pada suhu tinggi dan meninggalkan residu
dalam jumlah sedang. Namun, pestisida karbamat akan terurai pada suasana
yang terlalu basa. Salah satu contoh karbamat yang sering dipakai adalah
bendiokarbamat. Sedangkan Pirethrin atau Pirethroid Sintetik merupakan golongan insektisida yang terdiri dari dua kategori, yaitu bersifat fotostabil serta bersifat nonfotostabil. Produknya sering dicampur dengan senyawa lain untuk menghasilkan
efek yang lebih baik. Applaud merupakan pestisida yang mempunyai cara kerja yang unik untuk mengendalikan wereng coklat,
wereng hijau pada tanaman padi, kutu putih Bemisia tabaci pada tanaman kedelai, tungau kuning Polyphagotersonemus latus pada
tanaman cabai merah dan wereng daun Empoasca sp pada tanaman teh. Pestisida ini sangat efektif dalam
membantu para petani, namun memiliki efek residu yang
lama terhadap lahan pertanian. Pestisida pemberantas hama tanaman,
misalnya jenis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloretane), siklodien, Heksaklorosikloheksan atau
HCH dan endrin merupakan pestisida yang dapat meninggalkan residu sangat lama
dan dapat terakumulasi berbahaya dalam tanah maupun tanaman.
Pestisida-pestisida
tersebut merupakan sumber pencemar
utama lingkungan dalam kegiatan pertanian, baik terhadap kualitas tanah maupun
air tanah. Pencemaran
tersebut akan meluas hingga meracuni manusia sebagai konsumen tanaman. Pada dataran tinggi yang penduduknya sebagian
besar bermata-pencaharian sebagai petani sayur, bunga, buah dan tanaman
produksi lain, seperti tembakau. Umumnya mereka menggunakan pestisida secara
rutin, oleh karena itu
akumulasi residu dapat meluas hingga mencemari tanah, air tanah dan makanan
manusia.
Gambar
2. Akumulasi pestisida yang mencemari tanah, air tanah dan kehidupan manusia
Penggunaan pupuk yang terus
menerus dalam pertanian akan merusak struktur tanah, yang menyebabkan kesuburan
tanah berkurang dan tidak dapat ditanami jenis tanaman tertentu karena hara
tanah semakin berkurang Penggunaan pestisida bukan saja mematikan hama tanaman
tetapi juga mikroorga-nisme yang berguna di dalam tanah. Padahal kesuburan
tanah tergantung pada jumlah organisme di dalamnya. Selain itu penggunaan
pestisida yang terus menerus akan mengakibatkan hama tanaman kebal terhadap
pestisida tersebut. Kesalahan dalam pemakaian dan
penggunaan pestisida akan menyebabkan pembuangan residu pestisida yang tinggi
pada lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan
mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah
populasinya.
Memang kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan.
Diantaranya, cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode
pengendalian yang lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah
diproduksi secara besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang
lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif menguntungkan.
Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk.
Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida
sintetis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi
peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa
dipungkiri, bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih
akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa timbulnya
dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1).
Pestisida berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, (2). Pestisida
berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida meningkatkan
perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.
Ada beberapa
pengaruh negatif lainnya pemakaian pestisida sintetis secara tidak sesuai.
Pertama, pencemaran air dan tanah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
manusia dan makhluk lainnya dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar.
Kedua, matinya musuh alami dari hama maupun patogen dan akan menimbulkan
resurgensi, yaitu serangan hama yang jauh lebih berat dari sebelumnya. Ketiga,
kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder. Keempat, kematian mikrobia atau serangga
berguna bagi kesuburan tanah dan
tanaman. Banyak jenis biota tanah yang berguna bagi kesuburan tanah, antara
lain penambat N, perombak S, dan pelarut P. Bila keberadaan pestisida
mengganggu kehidupan biota tanah, maka kesuburan tanah akan terganggu pula. Kelima, timbulnya kekebalan atau resistensi hama maupun patogen terhadap
pestisida sintetis.
Pencemaran tanah
juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang
radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada
dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan
metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan
tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari
rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau
tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk
kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan
bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk
penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini,
seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur,
meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies
tersebut. Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang
pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat
menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu
menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu
paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan
terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.
Upaya pencegahan terhadap pemakaian pestisida jika dihadapkan dengan
kualitas lahan dan peningkatan produksi tanaman adalah dengan memberikan sosialisasi terkait penggunaan pestisida secara aman dan tepat sasaran. Selain hal tersebut mahasiswa
dapat mengadakan pengarahan kepada
pengguna pestisida.
Pencegahan cara lain adalah dilakukannya pengendalian secara hayati dengan
biokontrol dan bioremediasi, serta memperhatikan faktor kondisi lingkungan pada
saat menggunakan pestisida.
Namun jika tanah terlanjur tercemar oleh keberadaan
pestisida, maka terdapat beberapa langkah penanganan
untuk memperbaiki dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah.
1.
Remidiasi
Remediasi adalah
kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis
remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah
dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan
off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah
yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap,
kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat
pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi
pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
2.
Bioremediasi
Bioremediasi
adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme
(jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida
dan air).
BAB 3. KESIMPULAN
Dalam bidang
pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman.
Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak
yang harus dilakukan mengingat bahwa pestisida adalah bahan yang beracun.
Setiap rencana penggunaan pestisida sintetis hendaknya dipertimbangkan secara
seksama tentang cara penggunaan yang paling aman, di satu sisi efektif terhadap
sasaran, di sisi yang lain aman bagi pemakai maupun lingkungan.
Berbagai dampak
negatif yang ditimbulkan pemakaian pestisida yang tidak bijaksana, semoga
menggugah kesadaran kita untuk tidak selamanya bergantung kepada pestisida.
Untuk menanggulangi organisme pengganggu tanaman, masih terdapat teknologi lain
yang dapat diterapkan, yang relative tidak berdampak negatif bagi manusia
demikian juga bagi lingkungan hidup. Pestisida seharusnya tidak lagi tergantung
sebagai satu-satunya teknologi penyelamat produksi. Melainkan disarankan
digunakan hanya bila perlu saja sebagai alternatif terakhir. Sedapat mungkin
penggunaanya diupayakan dengan bijaksana.
Oleh karena itu
masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak hanya para pejabat,
tidak hanya sipemakai jasa. Kita semua memikul tanggung jawab bersama atas
lingkungan hidup kita sendiri. Pestisida bukan hanya menjadi tangung jawab
pabrik panghasil, dan tanggung jawab pemrintah yang memberi izin produksi, tapi
menjadi tanggung jawab semua pihak, semua bangsa dan semua negara.
Setiap usaha pemberantasan harus melibatkan
semua pihak dan bersifat menyeluruh, kalau diharapkan berhasil. Mudah-mudahan
di masa mendatang kasus-kasus akibat pemakaian atau produksi pestisida mulai
mengecil atau bahkan hilang sama sekali. Meskipun sulit, kita semua berjuang
agar risiko bagi lingkungan itu makin diperkecil
DAFTAR PUSTAKA
BPS.2009. Pedoman
Petugas Lapangan Pendataan Pertumbuhan Penduduk 2009. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Ekha Isuasta. 1988. Dilema Pestisida. Yogyakarta : Kanisius
.
Fandeli, C.(1992). Analisis Mengenai Dampak Pestisida, Prinsip Dasar dan Pemanfaatan dalam
Pertanian. Yogyakarta : Liberty Press.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line).
Wikipedia. 2007. Pestisida
(On-line). http://id wikipedia.org/wiki/pestisida diakses 13 Mei 2012.
2 Response to "KONTRIBUSI BIODIVERSITAS TANAH TERHADAP PENGENDALIAN PESTISIDA"
keren bro
wah...mas wildan, keren tulisan sampean mas
Posting Komentar