LAPORAN PRAKTIKUM
MEMBUAT PREPARAT AWETAN NEMATODA, JAMUR DAN SERANGGA
TANAH
DISUSUN OLEH
Bayu Gusti Saputra
(111510501152)
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Setelah
praktikan melakukan tahap isolasi mikroorganisme nematoda, jamur dan bakteri
maka tahap selanjutnya praktikan harus membuat preparat awetan mikroorganisme
tersebut. Dengan pembuatan preparat maka memudahkan dalam mempelajari morfologinya sehingga mengetahui apakah mikroorganisme tersebut merupakan patogen penyebab penyakit atau tidak dan masih berbagai kepentingan lain. Pada praktikum ini
praktikan akan membuat preparat awetan nematoda dan jamur. Nematoda merupakan
cacing tanah bulat golongan dalam filum Nemathermintyes, mempunyai panjang
kuranag lebih 0,1 mm, tetapi ada yang panjangnya mencapai 50 cm, Nematoda yang
parasit pada tumbuhan hampir seluruhnya termasuk super famili tylenchoidea
(Ordo Taylenchida).
Nematoda dapat
bergerak seperti ular, tetapi jika hanya ada air, didalam rongga mulut nematoda
parasit tumbuhan
terdapat stylet yang dapat merusak sel
dan isi sel tumbuhan. Nematoda
berkembangbiak dengan mengguanakan telur,
dari telur keluar larva larva ini bertukar kutikula sampai menjadi dewasa. Hampir semua nematoda
tumbuhan hidup di dalam tanah memakan akar dan bagian tumbuhan yang berada di
dalam tanah.
Ciri-ciri umum nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindris, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik,
panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Habitat Nematoda bervariasi
dilaut, tanah lembab, ada yang hidup bebas, sebagian bersifat parasit pada
manusia, hewan, dan tumbuhan. Kata Nematoda berasal dari bahasa Yunani,
yaitu Nematos yang berartibenang atau tambang. Cacing ini berukuran kecil
(mm) sampai satu meter atau lebih, telur mikroskopis. Nematoda yang telah
diketahui terdapat sekitar 90.000 spesies.
Sedangkan jamur
atau fungi merupakan organisme eukariotik yang memiliki sel satu atau beberapa
jenisnya memiliki banyak sel dengan dinding sel dari zat kitin (Polisakarida)
dan tidak berklorofil. Jamur bersifat heterotrof saprofit, parasit dan
simbiosis. Bila dibandingkan dengan tumbuhan tingkat tinggi, jamur memiliki
tubuh buah berupa talus. Sedangkan tumbuhan tingkat tinggi bagian-bagiannya
telah memiliki akar, batang dan daun yang sebenarnya.
Jamur yang
multiseluler (bersel banyak) terbentuk dari rangkaian sel membentuk benang
seperti kapas, yang disebut benang hifa. Jika dilihat dibawah mikroskop kita
dapat melihat bentuk hifa, yaitu ada yang bersekat-sekat melintang, dimana
tiap-tiap sekat merupakan satu sel, dengan satu atau beberapa inti sel. Ada
pula bentuk hifa yang tidak bersekat melintang, yang mengandung banyak inti
yang disebut senositik. Hifa ada yang berfungsi sebagai pembentuk alat
reproduksi, seperti hifa yang menjulang keatas permukaan yang disebut
sporangiofor yang artinya pembawa sporangium. Sporangium artinya kotak spora,
didalam sporangium terdapat spora. Ada pula hifa pembawa konidia, artinya
penghasil konidium. Selanjutnya kumpulan hifa akan membentuk suatu jaringan
yang dinamakan miselium. Miselium inilah yang akan menempal pada substrat yang
berfungsi untuk menyerap makanan.
Pengetahuan
tentang nematoda dan jamur tersebut diperoleh dengan melakukan berbagai proses
penelitian. Data tentang nematoda dan jamur akan lebih mudah diketahui dengan
memanfaatkan hasil awetan atau preparat. Preparat
awetan ini dibuat bertujuan untuk mendapatkan spesimen jamur dan nematoda
yang memiliki anatomi yang utuh sehingga para peneliti lebih mudah mengamati
anatomi dan bagian-bagian nematoda, karena pada awetan ini tubuh jamur maupun nematoda
masih utuh. Selain
itu, ada tahapan-tahapan dalam pembuatan preparat awetan ini yang harus
benar-benar dipelajari agar awetan yang dibuat berhasil.
Oleh karena itu, pada praktikum
kali ini akan dipelajari dan
dipraktikan tentang pembuatan preparat awetan nematoda dan jamur. Sebelumnya akan dipelajari
teknik-teknik pemancingan nematoda, pengambilan spora, dan pemberian larutan
fiksasi dalam pembuatan preparat awetan.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui
dan mempelajari
taknik
pembuatan preparat awetan nematoda dan jamur.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Preparat ada 2
macam yaitu preparat awetan dan preparat basah. Preparat awetan dikerjakan pada
waktu melakukan praktikum mikroteknik tumbuhan dan preparat yang dihasilkan
dapat disimpan cukup lama. Preparat
basah dilakukan pada waktu praktikum struktur mikroorganisme dan preparat yang dihasilkan tidak
dapat tersimpan lama (Volk dan
Margareth,1998)
Bentuk
tubuh nematoda panjang, langsing, silindris, dan pada beberapa jenis
menjadi pipih ke arah posterior, dilihat dari arah arah anterior,
tampak bahwa daerah mulut dan sekitarnya simetri radial atau biradial.
Diduga hal ini merupakan bukti
bukti bahwa nenek moyang nematoda
adalah hewan sessile. Mulut terletak di ujung anterior, dan di sekitarnya
terdapat 3 atau 6 buah bibir,papila dan setae. Tubuh tertutup kutikula yang
kompleks. Di bawah kutikulaterdapat lapisan epidermis, biasanya selular, namun
beberapa spesies sinsitial. Sitoplasma epidermis pada nematoda melebar dan
mendesak pseudocoelom sepanjang garis middorsal, midventral, dan kedua
midlateral. Semua nukleiepidermis terdapat dalam keempat jalur tersebut dan
secara khusus tersusun dalambarisan. Pada dinding tubuh nematoda hanya ada otot
longitudinal. Pseudocoelom pada nematoda luas dan berisi cairan yang antara
lain berfungsi sebagai rangkahidrostatik, dan menunjang gerak cacing yang
meliuk-liuk seperti ular. Organ untuk pernafasan
dan peredaran darah tidak ada (Subandi,
2009).
Jenis-jenis
nematoda yang ditemukan di alam dapat bertindak sebagai parasit dan saprofitik.
Nematoda parasitik biasanya dapat dijumpai di dalam tubuh inang. Nematoda
parasitik tanaman dapat menyerang bagian tanaman sesuai dengan sifat parasitasi
nematoda itu sendiri. Ada yang bersifat ektoparasit, endo parasit ataupun
ekto-endo parasit. Bagian tanaman yang terserang dapat berupa akar, batang,
daun, dan bahkan pada bagian biji. Gejala dan tanda serangan nematoda pada
tanaman dapat dilihat pada bagian tanaman yang berada di atas tanah maupun yang
berada di dalam tanah (Swibawa,2000).
Untuk mengamati
sel-sel yang terdapat pada Rhoeo discolor biasanya kita menggunakan preparat
basah karena untuk saat ini tumbuhan tersebut masih dapat kita jumpai di berbagai
tempat. Preparat basah merupakan preparat yang paling praktis membuatannya
daripada preparat awetan karena dalam pembuatan relative mudah. Akan tetapi
terdapat kekurangan mengenai preparat ini yaitu penggunaannya tidak dapat
digunakan dengan berulang kali. Meskipun preparat basah merupakan preparat yang
praktis dalam pembuatannya, kita juga memerlukan beberapa taktik untuk
mendapatkan hasil sesuai dengan yang kita inginkan, seperti sayatannya harus
tipis, tidak terdapat gelembung antara reagen dan object diantara cover glass
dan object glass. Juga preparat basah ini harus dijaga dengan baik supaya cover
glass tidak bergerak yang mengakibatkan adanya gelembung pada object atau cover
glass tersebut lepas dari object glass. Dalam pembuatan preparat diperlukan
reagen yang terdiri dari berbagai macam reagen tergantung kebutuhannya (Saryono et
al.,2002).
Penghitungan
spora dilakukan dengan teknik pengenceran suspensi, kemudian dibuat preparat
pada bidang hemositometer dan dihitung dengan mikroskop cahaya perbesaran 400
kali, penghitungan diulang 5 kali per perlakuan. Pengukuran panjang dan lebar
spora dengan cara membuat preparat pada obyek glass kemudian diukur dengan
okuler mikrometer yang telah ditera pada obyek mikrometer menggunakan mikroskop
perbesaran 400 kali, pengukuran diulang 10 kali per perlakuan. Lethal time 50
merupakan kemampuan jamur membunuh 50% larva dengan gejala larva telah berhenti
dari aktivitasnya (tidak bergerak) dihitung dalam satuan waktu, dengan cara mengamati
aktivitas gerakan larva pada tabung gelas (Waluyo,2007).
Jamur adalah
organisme yang sel-selnya berinti sejati atau eukariotik, berbentuk
benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung
khitin atau selulosa ataukeduanya, heterotrof, absortif dan sebagian besar
tubuhnya terdiri dari bagian vegetatif berupa hifa dan
generatif yaitu spora. Tubuh jamur tersusun dari
komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentukjaringan yang disebut miselium.
Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah. Hifa adalah
struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa.
Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya
mengandung organel eukariotik (Budi,2009).
Kebanyakan hifa
jamur dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori
besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti
sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang
tidak bersepta atauhifasenositik.Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan
inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahansitoplasma.
Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi
menjadihaustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria
dapat menembus jaringan substrat. Semua jenis jamur bersifat
heterotrof. Namun, berbeda dengan organismelainnya, jamur tidak memangsa dan
mencernakan makanan. untuk memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik
dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam
bentuk glikogen (Panagan,2011).
Preparat
dibuat dengan cara sebagai berikut: cendawan yang akan diidentifikasi diambil
dengan menggunakan jarum probes. Sebelumnya object glass diberi setetes lactofenol
blue, kemudian cendawan diletakkan di dalam tetesan lactofenol blue.
Setelah itu, ditutup dengan cover glass (sampai tidak terbentuk
gelembung udara). Agar preparat kedap udara, pinggiran cover glass diberi
kutek bening dan di panaskan dengan hot plate selama 2-3 hari. Preparat
yang sudah selesai dibuat, diberi label sesuai dengan identitas cendawan yang
di dalamnya. Pada edisi ini akan dibahas beberapa koleksi preparat cendawan
yang berhasil didapat pada pengujian benih Kedelai di tahun 2008. Beberapa
cendawan yang berhasil dikoleksi preparatnya adalah Fusarium oxysporum, Mucor
sp., Phomopsis sojae, Cladosporium sp. dan Rhizopus sp.
Berikut ini adalah ciri-ciri cendawan tersebut
Phomopsis sojae Piknidia pada benih
biasanya hanya satu atau dalam kelompok. Memiliki ostiol yang besar dan beberapa
piknidia terlihat dengan oose dari piknidiospora yang basah. Piknidiospora
terdiri atas dua tipe, alpa dan beta. Alpa berbentuk fusoid sampai
elips, sangat jarang ditemukan. Sementara itu, beta berbentuk filiform,
seperti kurva dan jarang yang lurus (Dwidjoseputro,1989).
BAB
3. METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum
dengan judul acara Membuat Preparat Awetan Nematoda, Jamur dan Serangga Tanah
dilaksanakan pada tanggal 28 April 2012 di Laboratorium Hama
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember
pada pukul 14.00 sampai selesai.
3.2
Alat dan bahan
3.2.1
Alat
1.
Gelas arloji atau
awan petri
2.
Gelas benda
3.
Pipa kecil
4.
Pipet
5.
Alat pancing
nematoda
6.
Kaca penutup
7.
Bunsen
3.2.2 Bahan
1.
Beberapa ekor
nematoda aktif
2.
Laktofenol
3.
Zat pewarna (asam
fukhsin atau cotton blue)
4.
Parafin
5.
Glasswoll
3.3. Cara
Kerja
3.3.1 Membuat preparat awetan nematoda
1.
Mengumpulkan
beberapa ekor nematoda yang telah difiksasi dan memasukkannya kedalam gelas
arloji atau cawan petri yang telah berisi laktofenol panas (65-700C)
dan memberinya pewarna (asam fukhsin, cotton blue dan lain-lain).
2.
Membuat lingkaran
parafin pada gelas benda, kemudian menetesinya dengan laktofenol secukupnya
(1-2 tetes), memberi glasswoll pada tiga sisi sebagai penyanggah agar nematoda
tidak pipih.
3.
Memindahkan
nematoda denganmemancing kemudian menempatkannya tepat ditengah lingkaran
parafin dalam laktofenol.
4.
Menutup dengan kaca
penutup.
5.
Memanaskan beberapa
detik gelas benda yang telah berisi preparat nematoda dengan bunsen untuk
mencairkan parafinnya dan kemudian melekatkan tutup dengan lem atau lak kuku.
6.
Memasukkan gelas
benda kedalam lempeng preparat yang terbuat dari lempeng aluminium, kemudian
menjepitnya dengan karbon.
7.
Memberi label
tentang nama spesies, nama kolektor dan tempat.
8.
Menyimpan dalam
kotak preparat.
3.3.2 Membuat
preparat awetan jamur
1.
Setelah kurang
lebih 4-7 hari dari pembuatan biakan murni jamur, maka dapat mengamati dengan
seksama jamur yang tumbuh.
2.
Mengambil hasil
tumbuh jamur dalam media bisa berupa spora, beberapa miselium atau gabungan
keduanya untuk selanjutnya dijadikan preparat murni awtan jamur.
3.
Mengambil hasil
tumbuh jamur dalam media dengan jarum preparat atau jarum ent yang steril, lalu
menempatkannya pada gelas benda yang telah berisi laktofenol dalam lingkaran
parafin.
4.
Mengamati jamur
dibawah mikroskop mengenai bentuk jamur, menentukan kelayakan
jamur layak untuk dijadikan preparat awetan.
5.
Menutup gelas benda
dengan cover slip.
6.
Memanaskannya
beberapa detik diatas api bunsen.
7.
Melekatkan gelas
benda dan tutupnya dengan lak kuku.
8.
Memasukkanya
kedalam lempeng aluminium, kemudian menjepit dengan karbon dan memberinya
label.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
-
4.2 Pembahasan
Pembuatan
preparat berfungsi untuk mempermudah penelitian terhadap suatu bahan yang akan
diteliti. Pada praktikum yang telah dilaksanakan dikenalkan cara pembuatan
preparat yang baik agar bahan yang diawetkan tetap berada pada kondisi yang utuh. Bahan yang akan dijadikan preparat merupakan nematoda hasil dari proses ekstraksi
nematoda sedangkan jamur yang akan diawetkan diperoleh dari proses isolasi jamur.
Pembuatan preparat yang telah dilakukan tersebut bermanfaat untuk mempermudah
dalam proses pencarian informasi menganai berbagai hal yang berkaitan dengan
objek preparat pada awetan jamur dan nematoda. Misalnya saja mempermudah untuk
mengetahui bentuk, warna, ukuran, serta morfoligi dari jamur dan nematoda.
Nematoda
dan jamur merupakan salah satu jenis organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
penting yang menyerang berbagai jenis tanaman utama di Indonesia dan
negara-negara tropis lainnya. Namun nematoda dan jamur merupakan mikroorganisme yang tidak bisa diamati secara kasat
mata, melainkan harus menggunakan alat bantu seperti mikroskop. Apalagi nematoda yang ukurannya sangat kecil dibandingkan jamur. Penelitian tentang
mikroorganime ini harus sangat teliti dan membutuhkan sampel yang sudah berupa
awetan untuk mempermudah dalam menemukan berbagai informasi, oleh karena itu
dilakukan pembuatan preparat dari nematoda dan jamur.
Sebelum melakukan berbagai
tahap dari pembuatan preparat awetan, maka bahan yang paling utama adalah
mempersiapkan nematoda atau jamur yang masih dalam keadaan aktif. Kemudian
dilakukan tahapan pertama yaitu memancing
nematoda. Kegiatan memancing nematoda ini
dapat diartikan sebagai kegiatan memindahkan nematoda kedalam suatu wadah
sesuai dengan tahapan atau rangkaian pekerjaan yang diperlukan. Pada praktikum
ini kegiatan yang akan dilakukan adalah pembuatan preparat sehingga nematoda
hasil pancingan dimasukan kedalam gelas benda yang telah diberi lingkaran
parafin. Alat pancing yang biasanya digunakan
adalah bambu atau lidi yang diraut ujungnya sampai runcing, bambu atau lidi
ujungnya diberi plastic sikat gigi, bulu mata, yang kemudain dilem.
Cara memancing
nematoda dengan menggunakan bantuan
mikroskop binokuler. Suspensi yang telah tebukti terdapat nematoda
ditempatkan dan disesuaikan dengan mikroskop sehingga penglihatan praktikan
terhadap nematoda dapat dengan maksimal. Setelah
menemukan nematoda maka tahap
selanjutnya mengangkat sedikit demi sedikit dari permukaan air dan meletakkanya dipermukaan gelas benda, tepat ditengah
lingkaran parafin. Oleh karena itu sebelum pembuatan
preparat awetan, terlebih dahulu membuat lingkaran paraffin diatas gelas benda secara merata dan
melingkar sempurna. Lingkaran
ini bertujuan agar nematoda
dapat melekat dan terlindung dari goncangan sehingga nematoda dan jamur tetap pada
tempatnya. Tahap memancing nematoda
merupakan tahap yang sangat penting dan membutuhkan ketelitian oleh para
praktikan. Nematoda mempunyai struktur tubuh silindris dan permukaan kulitnya
yang licin, sehingga pada praktikum ini praktikan mengalami beberapa kesulitan
mendapatkan nematoda hasil pancingan.
Tahap
selanjutnya adalah membius nematoda, kegiatan ini
bertujuan untuk
mengetahui masa waktu istirahat nematoda
dan mengetahui beberapa fungsi organ nematoda. Cara membius nematoda dengan menempatkan nematoda pada gelas objek yang
sudah ada lingkaran parafinnya, kemudian tetesi dengan dichloro-ethyl ether
(larutkan 10 tetes dichloro-ethyl ether dalam 50 ml air). Maka nematoda akan terbius
dan untuk membangunkan nematoda hanya cukup dengan ditetesi air segar
secukupnya. Namun pada praktikum ini
tidak dilakukan tahap membius nematoda, karena tujuan dari praktikum ini adalah
pembuatan preparat awetan nematoda.
Tahapan ketiga pembuatan preparat adalah membunuh nematoda. Hal
tersebut bertujuan agar nematoda tidak bergerak lagi
sehingga mempermudah pengamatan
terhadap nematoda. Cara membunuh nematoda ada tiga yaitu :
1. Membunuh
satu persatu,
dengan cara memancing nematoda kemudaian ditempatkan pada gelas benda yang
telah berisi 1- 2 tetes air, kemudian memanasinya dengan lampu bunsen selama
beberapa detik.
2. Membunuh
bersama-sama, dengan cara memancing
beberapa ekor nematoda dan menempatkan pada tabung-tabung gelas yang
berisi air kemudian memasukkannya pada air yang mendidih selama 3-4 menit.
3. Membunuh
sekaligus memfikasai,
dengan cara memancing beberapa ekor
nematoda dan menempatkan pada tabung-tabung
gelas yang berisi air bersamaan dengan itu dilakukan fiksasi dan menuangkan
larutan fiksasi mendidih sebanyak dua kali volume suspensi nematoda.
Pada praktikum ini setelah diperoleh nematoda yang telah
difiksasi maka nematoda tersebut dimasukkan kedalam gelas benda yang terisi
laktofenol atau larutan sterilisasi. Sedangkan nematoda dibunuh dengan memanaskan
gelas benda yang berisi nematoda diatas api bunsen hanya beberapa detik.
Setelah tahap tersebut maka proses selanjutnya adalah fiksasi. Fiksasi merupakan kegitan yang bertujuan mencegah
kerusakan tubuh jamur dan nematoda dari serangan mikroorganisme parasit
sehingga tubuh nematoda atau
jamur tetap utuh, dan pengamatan akan tetap dapat dilakukan dalam waktu yang
cukup lama karena awetan akan tetap utuh. Sehingga anatomi nematoda dan
jamurnya akan tetap seperti pada saat masih hidup. Fiksasi dapat menggunakan beberapa larutan diantaranya
larutan fiksasi coagulan misalnya ethanol atau larutan fiksasi noncoagulan
seperti formalin dan asam cuka.
Apabila nematoda telah melalui tahap-tahap diatas maka
nematoda yang berada ditengah lingkaran parafin dipermukaan gelas benda diberi
glasswoll pada 3 sisi lingkaran parafin. Glasswoll disini berfungsi sebagai
penyangga antara gelas benda dan penutup agar nematoda yang berada ditengah
tidak rusak karena terjepit. Kemudian memberi lem atau perekat pada tutup kemudian gelas benda dapat ditutup. Dengan
menutup gelas benda maka tahapan dari pembuatan preparat hampir berakhir.
Apabila semua proses sudah selesai maka preparat disimpan
dalam tempat yang aman dan jika
ada preparat dapat ditempatkan pada lemari inkubator.
Pada pembuatan preparat
jamur, sampel jamur diperoleh dari hasil praktikum isolasi jamur. Jamur dalam
awetan tersebut telah berkembang dan memiliki struktur yang sempurna sehingga
dapat dikatakan bahwa bahan
awetan tersebut cukup ideal untuk dijadikan
awetan jamur. Tahap pertama pembuatan preparat adalah mengambil jamur dari
media. Pengambilan jamur dilakukan dengan
menggunakan jarum ose yang telah
disterilkan dengan dipanaskan, harus hati-hati dan
teliti dalam pengambilan, jangan terlau banyak ataupun terlalu sedikit.
Kemudian diletakkan pada gelas benda ditengah lingkaran parafin, lalu pengamatan pada
mikroskop harus didapati tampilan yang bagus seperti hifa, badan jamur, dan spora jamur
yang harus terlihat jelas, sehingga hasil awetan benar-benar utuh. Kemudian tepat ditengah lingkaran tersebut diberi
laktofenol sebagai larutan sterilisasi.
Berdasarkan praktikum ini, pembuatan
preparat merupakan kegiatan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran dimana
pemancingan nematoda, pembuatan lingkaran paraffin, pemberian glaswool, dan
pemberian larutan fiksatif, semuanya membutuhkan kejelian dan kesabaran. Praktikan harus mengulang beberapa kali untuk
mendapatkan nematoda saat tahap memancing dan membuat lingkaran parafin. Hal
tersebut harus dilakukan praktikan dengan sabar dan teliti karena tahap
pembuatan preparat harus dilakukan dengan urut agar diperoleh preparat yang
baik.
BAB
5. KESIMPULAN
Berdasrkan
praktikum pembuatan preparat jamur dan nematoda, maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan diantaranya.
1.
Tujuan pembuatan
preparat awetan adalah untuk memudahkan dalam identifikasi mikroorganisme.
2.
Tahapan dalam pembuatan
preparat jamur lebih sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan
preparat awetan nematoda.
3.
Pembuatan awetan
nematoda meliputi pemancingan nematoda,
pembiusan nematoda,
pembunuhan nematoda,
dan fiksasi.
4.
Dalam pembuatan
preparat awetan dibutuhkan larutan fiksasi
agar tubuh mikroorganisme steril dan
terhindar dari serangan parasit sehingga tubuh mikroorganisme tersebut tetap utuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi,
S.W. 2009. Taksonomi Fungi Mikoriza
Arbuskula dan Dasar-Dasar
Isolasi dan Inokulasi Mikoriza untuk Pertanian dan Kehutanan. Bogor : Departemen
Silvikutur, Fakultas Kehutanan, IPB.
Dwidjoseputro, D. 1989. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Malang: Djambatan Press.
Panagan,Almundy. 2011. Isolasi Mikroba Penghasil
Antibiotika dari Tanah Kampus Unsri Indralaya Menggunakan Media Ekstrak Tanah. Jurnal Penelitian Sains.
Vol.14(3).27-30.
Subandi. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Erlangga.
Saryono, dkk. 2002. Isolasi
Dan Karakterisasi Jamur Penghasil Inulinase Yang Tumbuh Pada Umbi Dahlia (Dahlia
Variabilis). Jurnal Natur Indonesia.Vol.4(2):171-177.
Swibawa, I Gede. 2000. Pengaruh Infestasi Nematoda Pratylenchus
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Nenas Ananas comosus. Junal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. Vol.1(1) : 25-26.
Volk, Wesley A
dan Margareth F. Wheeler.1998. Mikrobiologi
Dasar Jilid I. New York: Wesky-Publishing Company.
Waluyo,
L. 2007. Mikrobiologi Umum . Malang : UMM Press.
No Response to "LAPORAN PRAKTIKUM MEMBUAT PREPARAT AWETAN NEMATODA, JAMUR DAN SERANGGA TANAH"
Posting Komentar